Abadke-13 menunjuk pada perkembangan islam hingga tumbuhnya kerajaan-kerajaan islam di Indonesia. Proses masuknya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut. Melalui Cara Perdagangan Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah lain di Asia.

Berkaitan dengan sejarah dan perkembangan islam yang berasal dari Ulama ulama Nusantara abang 16-17 Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SEJARAH PERADABAN ISLAMULAMA-ULAMA NUSANTARA ABAD 16-17DISUSUN OLEH 1. LISA RAHAYU 117542021612. PUSPA INDAH HERLIATI 11750425095JURUSAN MATEMATIKAFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAUTAHUN 2019 KATA PENGANTARPuji Syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karna atas berkatRahmat dan Hidayahnya lah yang senantiasa dilimpahkan kepada kita, sehingg adalampenyusunan makalah ini penulis diberikan kemudahan untuk mengumpulkan Referensidalam menyusun makalah mengenai “Ulama-Ulama Abad Nusantara Abad 16-17”Penulis juga sadar bahwa didalam isi makalah yang penulis buat ini sesungguhnya masihbanyak terdapat kekurangan – kekurangan yang seharusnya itu menjadi suatu hal yang sangatSubtansi dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sebagai penyusun makalah ini sangatmengharapkan masukan – masukan agar sekiranya makalah ini dapat sempurna sesuai apayang kita harapkan dan juga dapat bermanfaat untuk kita semua. Kami selaku penyusun mengucapkan banyak terimakasih ketika makalah ini begitubanyak memberikan dampak positif bagi rekan – rekan mahasiswa lainnya, Semoga AllahSWT senantiasa melimpahkan rahmat-nya kepada kita semua . 22 Oktober 2019Penulis1 DAFTAR ISIKATA PENGANTAR ........................................................................................................iDAFTAR ISI .....................................................................................................................1BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................2A. Latar Belakang ....................................................................................................2B. Rumusan Masalah...............................................................................................5C. Tujuan................................................................................................................. 5BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................61. Perkembangan Pemikiran Kalam ............................................................62. Aliran-aliran dalam Golongan..................................................................73. Perkembangannya di Indonesia................................................................8a Hamzah Fansuri...........................................................................10b Syamsuddin al-Sumatrani Pasai................................................11c Nur Al-din Ar-Raniri.............................................................................12d Abd. al-Rauf al-Jawi al-Fansuri al-Sinkili.....................................13e Muhammad Yusuf Al-Muqassari..........................................................15BAB 3 PENUTUP ..........................................................................................................19A. Kesimpulan ................................................................................................19B. Saran ……………………………………………………………............. 20DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................211 BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSumber-sumber sejarah tentang kegitan islamisasi di Nusantara inisangat sedikit, dan secara keseluruhan catatan-catatan sejarah tentangpengislaman di dalam literatur dan tradisi melayu masih simpang siur danberagam keterangannya. Oleh karena itu, banyak hal-hal yang sukarterpecahkan sehingga sejarah di Nusantara banyak yang bersifat ketepatan kapan masuknya Islam ke Nusantara sangat masuknya Islam di Nusantara biasanya dikaitkan dengankegiatan perdagangan antara dunia Arab dengan Asia Timur. Banyak yangmemperkirakan bahwa kontak antara Nusantara dengan Islam terjadi sejakabad ke- 7 Masehi. Dalam seminar Sejarah Masuknya Islam yang berlangsungdi Medan tahun 1963 yang dikukuhkan lagi dengan seminar Sejarah Islam diBanda Aceh tahun 1978 menyimpulkan bahwa masuknya Islam ke Nusantaraabad ke-1 Hijriyah langsung dari tanah Arab. Di samping itu ada juga yangberpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke- 13 Masehi. Ada satu persoalanlain yang menjadi perdebatan dan sulit dipastikan adalah persoalan dimanaIslam pertama sekali masuk. Ada yang mengatakan di Jaya, dan ada yang mengatakan di Barus,namun demikian ahli sejarah sependapat bahwa Islam masuk ke Nusantaramelalui pesisir Sumatera Utara, yaitu melalui Samudera Pasai Aceh.Sebagaimana yang terjadi di daerah-daerah lain di Asia Tenggara, Islamtersebar di Nusantara melalui tiga metode, yaitu pengislaman oleh pedagangMuslim melalui jalur perdagangan yang damai, oleh para da’i yang datang keIndonesia, dan dengan melalui kekuasaan. Pengislaman yang dilakukan olehpara pedagang terjadi sejak kontak paling awal antara Islam dengan daerah-2 daerah pesisir pantai Sumatera Utara. Pantai Sumatera Utara merupakanpesinggahan saudagar-saudagar Muslim yang menuju ke asia Timur melaluiSelat Malaka. Mereka yang singgah di pesisir Sumatera Utara membentukmasyarakat muslim. Tidak tertutup kemungkinan di antara mereka menjalinhubungan perkawinan dengan penduduk pribumi atau menyebarkan Islamsambil berdagang, sehingga lama kelamaan penduduk setempat pengislaman berikutnya dilakukan oleh ulama-ulama yangturut dalam kapal-kapal dagang. Mereka mempunyai tujuan khusus untukmenyebarkan Islam. Tome Pires, yang pernah mengunjungi Pasai,menceritakan dalam bukunya Suma Oriental bahwa banyak orang Moortersebut, istilah dalam bahasa Portugis untuk menyebut orang-orang yangterusir dari bumi Spanyol dan di Filipina orang-orang Islam disebut bangsaMoro, yang menebar islam dan muncullah ulama yang berusaha keras danmendorong Raja Pasai Meurah Silu masuk Islam. Pernyataan masuk Islamseorang raja mempunyai nilai tersendiri bagi proses islamisasi. Tidak lamasetelah itu, keislamannya akan diikuti oleh rakyat, dan berikutnya dilakukanpenyebaran Islam melalui pemakluman perang terhadap kerajaan-kerajaanyang A. Hasyimy, kerajaan Islam pertama di Sumatera Utaraadalah Kerajaan Perlak yang muncul pada abad ke-9 Masehi. Kerajaan Perlakmempunyai pengaruh keislaman bagi daerah-daerah di sekitarnya. Banyakulama Perlak yang berhasil menyebarkan Islam ke luar Perlak, misalnyasekelompok Da’i Perlak dapat mengislamkan raja Benua. Para ulama Perlak,tokoh-tokoh, pemimpin, dan keluarga raja Perlak banyak yang pindah kelingga setelah penyerangan Sriwijaya, sehingga mereka membentukmasyarakat Muslim di sana dan dengan demikian maka berdirilah kerajaanIslam Lingga. Selain Perlak kerajaan Islam yang terpenting di Sumatera Utara3 adalah Samudera . Sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa pada tahun1282 kerajaan kecil Samudera telah mengirim duta-duta dengan namamuslim. Samudera merupakan daerah kecil yang terletak di muara SungaiPeusangan dan mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam diNusantara. Selain itu Samudera menjadi pusat pengembangan pengetahuanagama, dimana teolog-teolog, ahli ilmu kalam, yang datang dari Arab danPersia, sering melakukan diskusi tentang teologi dan mengkaji kajian Islam diistana sultan. Reputasi Samudera kemudian beralih ke Pasai dan menjadipusat keilmuan. Upaya islamisasi terus digiatkan sehingga Pasai memilikipengaruh keislaman yang kuat dan meGnjadi pusat tamaddun Islam di saatitu. Kerajaan Pasai mengalami kemunduran diakhir tahun 1521 dimana terjadipenyerangan oleh Portugis. Sultan Ali Mughayatsyah sebagai sultan KerajaanDarussalam pada masa itu membantu Pasai menggempur Portugis danmerampas wilayah mempersatukan dengan kerajaanDarussalam sehingga memproklamirkan menjadi Kerajaan Aceh Darussalampada tahun leburnya Samudera Pasai ke dalam Kerajaan Aceh Darussalammembuat Aceh tampil sebagai kekuatan yang menyeluruh dan terpadu baik dibidang politik, maupun ekonomi, bahkan di bidang pemikiran islam mulaiabad 16 sampai abad 18 dan puncak kejayaannya berlangsung pada abad ke-17. Kejayaan dan kemajuan yang dicapai oleh Aceh menyebabkanberdatangan ulama-ulama dari Arab, Persia atau India menjalin hubungandemi pengembangan keilmuan di Aceh. Di Aceh telah lahir ulama-ulamabesar yang membaktikan diri mereka dalam renungan dakwatulislam sehinggalahirlah khazanah keilmuan dan wacana intelektual keagamaan. Semua itumembuat Aceh patut diperhitungkan dalam “peta pemikiran Islam diNusantara. Mekar dan maraknya pemikiran keagamaan menjadikan Acehpusat keilmuan Islam di Nusantara, sehingga banyak orang Islam dariberbagai daerah di Nusantara datang ke Aceh untuk belajar kepada ulama-4 ulama besar Aceh. Murid-murid yang belajar ke Aceh nantinya kembali kedaerah masing-masing, untuk menyebarkan Islam, ilmu bahkan tarekat..Mereka merupakan anak panah penyebaran Islam dan tradisi keilmuan yangberkembang di Aceh. Selain itu kedudukan Aceh sebagai persinggahanjamaah haji Indonesia telah menjadikan Aceh posisi istimewa bagi penyebarandan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengajaran agama Islam. Kehadiranjemaah haji di Aceh sambil menunggu pemberangkatan ke Haramain seringdimanfaatkan untuk belajar ilmu Rumusan MasalahUntuk mengetahui penjabaran dalam makalah ini, maka diperlukankonsep atau daftar pertanyaan atau rumusan masalah guna mempermudahmateri yang dibahas sehingga tidak melebihi atau bahkan mengurangikomposisi dalam makalah. Adapun susunan rumusan masalahnya adalahsebagai berikut1. Bagaimana asal mula perkembangan pemikiran Islam ?2. Siapakah golongan yang membawa aliran-aliran Islam ?3. Bagaimana perkembangan pemikiran Islam di Indonesia ?B. TujuanUntuk mempermudah lintasan dalam penulisan makalah, maka kamimerumuskan beberapa tujuan guna memperjelas keinginan kami dalammenulis makalah ini, antara lain yaitu sebagai berikut1. Mengetahui asal mula perkembangan pemikiran Mengetahui golongan yang membawa aliran-aliran Mengetahui perkembangan pemikiran Islam di IIPEMBAHASAN5 A. Perkembangan Pemikiran Kalam1. Asal MulaDi antara kebudayaan Islam Indonesia dalam bidang intelektual,barangkali, pemikiran kalam akidah adalah yang paling susah ditelusuri. Hal inidisebabkan objek akidah adalah barang gaib, soal keimanan, pelakunya hatimanusia. Ditambah lagi, perkembangan pemikiran ini di Indonesia kurangmembedakan antara akidah, syariah, dan tasawuf. Dalam praktiknya, ketiga ilmuitu menyatu, hanya gelarnya yang tampak berbeda. Sumber ketiganya juga sama,cuma penekanannya yang lain; kalau akidah af ’al hati, syariah af ’al tubuhlahiriyah, maka tasawuf adalah penghayatan terhadap kalam ini di Indonesia datang dan berkembang bersamaandengan datangnya Islam yang dibawa oleh pedagang berasal dari Arab, Persi, danketurunan Arab Gujarat di pelabuhan-pelabuhan Mereka ada yangberpaham Sunni dan Syi’ah. Pada mulanya kedua aliran tersebut berkembanghanya dalam segi teologinya, lambat laun bergulat pada bidang politik. Hal initerjadi ketika golongan Syi’ah yang pernah menjadi kekuatan politik di Nusantarapada kerajaan Perlak dengan sultannya Alauddin Maulana Ali Mughayat Syah303-305 H/915-918 M, ditumbangkan oleh kelompok Sunni dengan sultannyaMahdum Alauddin Abd. Qodir Johan 306-310 H/918-922 M. Dalam kekalahanini, orang Syi’ah mengadakan perlawanan. Puncaknya, pada masa SultanMahdum Alauddin Abd. Malik Syah Johan Berdaulat 334-362 H/956-983 M,orang Syi’ah memaksakan perdamaian dengan memecah kerajaan Perlak menjadidua yaitua. Perlak pesisir, dikuasai Syi’ah dengan sultannya Alauddin SayidMaulana Jarir, Khairiah, Meneliti Situs-situs Awal Peradaban di Pulau Bengkalis, Akademika Vol. 14 No. 2 Desember 2018. b. Perlak pedalaman, dikuasai Sunni dengan sultannya MahdunAlauddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat 365-402 H/986-1023M.Setelah sultan dari golongan Syi’ah wafat, sultan dari golongan Sunniberhasil menyatukan Perlak. Hal ini berlanjut dengan dipersatukannya kerajaanPerlak dengan Samudra Pasai dengan raja pertamanya Malik Aliran-aliran dalam GolonganDi zaman sekarang kaum Muslimin mengenal ajaran Tauhid melaluikarya-karya ulama ilmu kalam atau teologi Islam, terutama rumusan Abu Hasanal-Asy’ari 260-324 H/873-935 M. Sebelum beliau, sebenarnya telah munculbermacam-macam aliran. Ketika Rasulullah wafat, belum ada aliran kalam. Yangmemperkenalkan aliran ini adalah golongan Khawarij, sekitar seperempat abadsesudah Rasulullah wafat, pada peristiwa sesudah perang golongan Khawarij, muncul pula golongan-golongan lain sepertiSyi’ah, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah, dan akhirnya Asy’ Asy’ariyah disebut juga aliran Ahli Sunnah al Jama’ah, diciptakan olehAbu Musa al-Asy’ari ketika aliran Mu’tazilah dibubarkan oleh Khalifah al-Mutawakkil sebagai akibat kebijakan politiknya yang memaksakan ajarannyakepada semua pihak. Sebagaimana diketahui, Mu’tazilah yang pernah menjadialiran resmi negara pada zaman al Makmun, adalah aliran yang mempunyaipemikiran yang rasionalistik, sedangkan masyarakat, terutama yang awam, masihbercorak tradisional. Oleh karena itu, terjadi benturan yang menimbulkan akibat-akibat dan kekacauan-kekacauan yang diakhiri oleh tindakan al-Mutawakkildengan melarang aliran Mu’tazilah dan mengembalikan kepada Ahli Sunnah wal-Jama’ah. Dalam masa kekosongan itu tampil Abu Hasan al-Asy’ari menciptakanteologi yang merupakan perpaduan dari sistem tradisional yang dipelopori ahlul2 A. Hasyim, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Jakarta al-Ma’arif, 1981, hlm. hadis dengan sistem rasional dan menciptakan konsep ketuhanan dengan “sifatdua puluh”nya. Hasil rumusan kalamnya dinamakan golongan Asy’ariyah ataugolongan Muhammad bin Abd. Wahab, pemimpin gerakan Wahabi di Arab,menganjurkan untuk kembali kepada paham Salaf atau asli ortodoks. Beliaumengatakan bahwa tauhid tidak cukup hanya mengatakan bahwa “Hanya adasatu-satunya Tuhan Pencipta Alam Semesta.” Itu adalah tauhid, tetapi baru tauhidrububiyah yang sudah dikenal oleh orang Makkah Jahiliyah. Oleh karena itu,Nabi Muhammad membawa ajaran yang lebih, yaitu tauhid uluhiyah, hanyaAllah yang mutlak disembah sebab hanya Dia yang memiliki sifat keilahiantanpa ada sedikitpun kemungkinan sifat-sifat keilahian itu ada pada yang lain,sebagai atau seluruhnya. Ajaran itu menegaskan bahwa antara Tuhan danmanusia ada perbedaan yang Perkembangannya di IndonesiaTeologi Asy’ari yang disebut Asy’ariyah atau Sunni dan pengikutnyadinamakan golongan Asy’ariyah golongan Sunni. Akan tetapi untuk Indonesia,yang disebut golongan Sunni ini, selain mempunyai arti seperti tersebut di atas,juga diperuntukkan bagi golongan yang mengikuti paham yang berpegangkepada tradisia. Dalam bidang hukum Islam menganut ajaran salah satu mazhabyang empat, dalam praktik menganut kuat Mazhab Syafi’ Dalam soal tauhid menganut kuat ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Dalam bidang tasawuf menganut dasar-dasar ajaran Imam Kosimal-Junaidy.”33 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, Jakarta LP3ES, 1982, hlm. Tegasnya untuk membedakan diri dari golongan yang menganut Islam modernmodernisme. Untuk Indonesia, ajaran kalam ini dibahas oleh ulama-ulama yangsekaligus ahli kalam dan ahli tasawuf. Hal ini disebabkan antara pemikiran kalamdan pemikiran tasawuf sangat berkaitan; tasawuf menekankan penghayatan hatidalam beribadah guna mendekatkan diri taqarrub kepada Allah, sedangkanpemikiran kalam lebih menekankan aspek yang berisi alasan-alasan untukmemercayai keimanan; sehingga antara keduanya sulit awal kedatangan Islam, para penyiar agama apabila mengajarkanIslam, tercakup di dalamnya soal akidah, syariah,dan tasawuf. Para walisongo,misalnya Syarif Hidayatullah, mengajarkan ilmu tauhid, ilmu fiqh, tasawuf Walaupun pernah juga ada persaingan Syi’ah-Sunni di sebuah ilmu, aliran kalam di Nusantara, pusat pengembangannyahingga terbentuknya kitab-kitab berisi ajaran kalam dimulai di Aceh sekitar abadke-16-17 M. Aceh pada abad itu mengalami kemakmuran dan kemajuan yangberpengaruh luas di kawasan Asia Tenggara. Karena itu, kerajaan ini dikunjungibaik oleh para saudagar maupun para sarjana dan ulama yang berasal dari TimurTengah dan India. Kedatangan mereka ini menyebabkan kerajaan Acehmengalami kemajuan yang pesat dalam pemikiran keagamaan kalam kearajaan ini para ulama banyak menulis kitab-kitab dengan hurufArab-Melayu untuk disebarkan ke selurh Nusantara. Di antara ulama-ulamaterkenal itu adalah sebagai berikuta. Hamzah FansuriBeliau merupakan cendekiawan ulama, sastrawan, dan hidup di pertengahan abad ke-17. Ia berasal dari Fansur sebutanorang Arab terhadap kota Barus, sekarang kota kecil di pantai Barat Sumatera4 J. Hagemen, Geischiedernis der Soenda Sejarah Tanah Sunda, Londen NotenVBG, 1911, hlm. antara Sibolga dan Singkel. Kota Barus sudah dikenal sejak abad ke-2Masehi, konon kapal Fir’aun datang ke Barus untuk membeli kapur barusuntuk keperluan membuat ramuan salah satu sebagai seorang cendekiawan, sastrawan, dan budayawan,Hamzah juga pelopor dan perintis bidang kerohanian, menguasai ilmu tafsir,filsafat, bahasa, sastra, dan juga seorang pembaharu. Kritik-kritik yang tajamterhadap perilaku politik dan moral raja, para bangsawan dan orang kayamenempatkannya sebagai seorang intelektual yang berani di zamannya. Halini menyebabkan kalangan istana Aceh tidak begitu menyukai kegiatanHamzah dan para pengikutnya. Oleh karena itu, dua sumber sejarah AcehHikayat Aceh dan Bustan al-Salatin yang ditulis atas perintah Sultan Acehtidak sedikitpun menyebut bidang keilmuan, Hamzah memelopori penulisan risalah tasawufatau keagamaan secara sistematis dan ilmiah. Sebelumnya masyarakat Melayumempelajari masalah agama melalui kitab-kitab dalam bahasa Arab atauPersi. Di bidang sastra, Hamzah memelopori penulisan puisi filosofis danmistis becorak Islam. Penulis-penulis Melayu abad ke-17 dan 16 kebanyakanberada di bawah bayang-bayang kejeniusan Hamzah. Demikian pula dalamsyair, puitika estetika dan kebahasaan Melayu, sehingga melalui usahanyabahasa Melayu telah berubah dari bahasa lingua franca menjadi bahasaintelektual yang canggih dan modern. Tidak mengherankan apabila bahasaMelayu pada abad ke-17 telah menjadi bahasa pengantar di berbagai lembagapendidikan Islam, sehingga perkembangannya kelak menjadi bahasapersatuan dan karena adanya pelarangan dan pemusnahan kitab-kitabkarangan penulis wujudiyah pada tahun 1673, baik karena perintah SultanIskandar Tsani 1637-1641 maupun karena fatwa Nuruddin al-Raniri, ribuanbuku karangannya ditumpuk di halaman Masjid Kutaraja untuk Hanya tiga teks risalah tasawuf yang berhasil diselamatkan, yang lain ikutterbakar dan tak pernah sampai kepada antara kitab Hamzah yang selamat yang telah dijumpai tiga risalahtauhid dan 33 ikatan syair. Tiga risalah itu bisa dimasukkan sebagai kitabtauhid yang dikaitkan dengan ajaran tasawuf. Kitab itu adalah sebagai berikut1. Zinat al-Wahidin dikenal juga dengan nama Zinat al- MuwahiddinHasan Para Ahli Tauhid dan Syarab Asrar al-Arifin Rahasia Ahli Ma’rifat.3. al-Wahidin ditulis pada akhir abad ke-16, ketika perdebatantentang filsafat wujudiyah wahdat al-wujud sedang berlangsung. Isinyaditujukan kepada mereka yang baru menapak jalan tasawuf. Di Indonesia,hampir semua orang menduga bahwa ajaran wujudiyah itu adalah martabattujuh. Padahal ajaran martabat tujuh baru berkembang pada awal abad ke-17dengan penganjurnya Syamsuddin Sumatrani. Hamzah Fansuri, jugawalisongo di pulau Jawa abad ke-16 seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga,tidak menganjurkan ajaran martabat tujuh. Memang ajaran martabat tujuhtermasuk ajaran wujudiyah tetapi ke dalamnya telah masuk pengaruh Indiaseperti praktik yoga dalam amalan zikirnya, suatu hal yang dikritik olehHamzah Syamsuddin al-Sumatrani PasaiBeliau adalah seorang keturunan ulama. Ayahnya bernama Abdullahal-Sumatrani. Nama lengkapnya al-Arief Billah al-Syaikh Syamsuddin al-Sumatrani. Ia berasal dari Pasai. Ia belajar kesufian kepada Syaikh HamzahFansuri dan pernah belajar kepada Sunan Bonang di Jawa. Ia hidup danmenjadi mufti pada zaman Sultan Alauddin Riayat Syah Sayidil Mukkamil11 dan Sultan Iskandar Muda. Mahkota Alam Syah, dua orang sultan besarkerajaan Aceh Darussalam. Adapula yang menyebutkan jabatannya sebagaiPerdana Menteri atau Qadhi Malikul Adil, jabatan kedua sesudah sultan. Iamenjadi seorang mahaguru, ahli politik, ahli syariat dan hakikat. Beliau ulamayang menulis kitab-kitab ilmiah sesudah Hamzah Fansuri, terutama mengikuti jejak Hamzah Fansuri, menulis kitabberbahasa Melayu selain kitab-kitab berbahasa adalah penganjurpertama ajaran martabat tujuh di Nusantara beserta pengaturan napas padawaktu zikir yang dianggap oleh Hamzah Fansuri sebagai pengaruh yogapranayama dari India.6 Tidak diketahui secara jelas tahun kelahirannya,tetapi dalam kitab Bustan al-Salatin karya Nuruddin disebutkan SyaikhSyamsuddin Sumatrani wafat tahun 1039 H, oleh A. Hasyim disamakandengan tahun 1630 Nuruddin al-RaniriNama lengkapnya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji binMuhammad Hamid al-Raniri, berasal dari keluarga Arab Ranir RanderGujarat. Mengenai kelahirannya tidak diketahui, wafat tahun 1068 H/1658 ibunya seorang Melayu, ayahnya berasal dari keluarga imigranHadromi. Juga tidak ada kejelasan kapan al-Raniri datang pertama kali kewilayah Melayu, tetapi al-Raniri pernah menjabat sebagai Syaikh al-Islamatau mufti di kerajaan Aceh pada zaman Sultan Iskandar Sani dan SultanahSofiatu al-Din. Pedagang Belanda yang mula-mula datang ke Acehmenyebutnya Moorish Bishop Uskup Orang Muslim yang berkuasa selaintentang masalah keagamaan, tetapi juga masalah politik dan Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara,Surabaya Al-Ikhlas, 1980, hlm. Abdul Hadi Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya, Bandung Mizan, 1995, cet. I, hlm. Al-Raniri memiliki banyak keahlian, sebagai seorang sufi, teolog,faqih, ahli hadis, sejarawan, ahli perbandingan agama, sastrawan, dan juga seorang khalifah tarekat Rifa’iyah dan menyebarkannya ke wilayahMelayu. Di samping itu ia juga menganut tarekat Aydarusiyah dan banyak menulis masalah kalam dan tasawuf, menganut aliran Asy’ariyahdan menganut paham wahdat al-wujud yang mengarang kitab-kitab berisi masalah akidah. Kitab-kitab itu adalahsebagai berikutDurrat al-Faraid bi Syarh al-Aqaid, merupakan penjelasansyarah dari kitab akidah standar yang sudah dikenai waktu ituhasil karya ulama Asy’ariyah Timur Tengah Mukhtasar al-Aqaid karya Najmuddin al-Nasafi.Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan, untuk menjelaskan danmembandingkan agama-agama dan kelompok yang dianggapsesat. Dalam kitab ini, al-Raniri memasukkan pengikutHamzah Fansuri dan Syamsuddin termasuk kelompok Abd. al-Rauf al-Jawi al-Fansuri al-Sinkili 1024-1105 H/1615-1693 MDilahirkan di Singkel, sebelah Utara Fansur di pantai Barat Aceh. Iadiangkat menjadi mufti kesultanan Aceh pada masa Sultanah Zakiyat al-Din1678-1688 M. Ia menuntut ilmu diberbagai tempat di Timur Tengahsepanjang jalur haji dari Yaman ke Makkah, Zabid, Mukha, Tayy, Bayt al-Faqih, Maza. Kemudian melintasi gurun pasir Arabai, belajar di Dukha, Qatar,kemudian ia melanjutkan ke arah barat belajar di Jeddah, Makkah, terakhir diMadinah. Abd Rauf mempelajari ilmu lahir dan ilmu batin. Ilmu lahir adalahtata bahasa, membaca Alquran, tafsir, hadis, fiqih, sedang ilmu batin adalahilmu kalam, tasawuf, kemudian berafiliasi dengan tarekat-tarekat Syattariah,7 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung Mizan, 1995, hlm. Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Chistiyah. Ketika ia kembali ke Aceh,murid-muridnya menyebarkan ide-idenya terutama tarekat Syattariyah, diantaranya Syaikh Abd. al-Muhyi, yang setelah belajar kepada Abd. Rauf diAceh kembali ke Pamijahan Jawa Barat dan menyebarkan tarekat Syattariyahsampai ke Jawa Tengah sebagai salah satu kerajaan Islam yang menjadi pusatortodoksi di mana hidup islami dan keulamaan sangat dihormati. Muridnyayang lain sekaligus khalifahnya dan tarekat Syattariyah adalah Burhanuddindari Ulakan di mana suraunya menjadi pusat masalah keagamaan diMinangkabau sampai bangkitnya gerakan Paderi. Surau Ulakan juga berhasilmelahirkan ulama Tuanku Nan Tuo, salah seorang pemimpin gerakan di Aceh, pusat penting lainnya juga berada di Jawa. Pada abadke-18, yaitu kerajaan Banten yang merupakan kerajaan Islam Nusantara yangmengembangkan hubungan internasional, terutama di bawah Sultan AgungTirtayasa, sehingga ulama-ulama dan kitab-kitab juga didatangkan ke Bantenbaik dari Aceh maupun dari negeri-negeri yang jauh seperti Gujarat, Yaman,ataupun negeri Arab. Di antara ulama yang kemudian lahir di Banten adalahSyaikh Yusuf Syaikh Muhammad Yusuf Abu al-Mahasin Hadiyallah Taj al-Khalwatial-MakassariDikenal di Makassar dengan gelarnya “Tuanta Samalaka,” iadilahirkan pada tahun 1036 H/1626 M, termasuk keluarga kerajaan Gowayang memeluk Islam sekitar 23 tahun sebelum kelahiran Syaikh Yusuf. Sejakkecil ia belajar ilmu-ilmu Islam, kemudian mendalami juga ilmu tahun 1054 H/1644 M, ia meninggalkan Makassar menuju Banten,belajar dengan beberapa guru di Banten, juga menjalani hubungan baik8 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung PT Remaja Rosda Karya, 1999, hlm. dengan keluarga bangsawan Banten. Setelah itu ia melanjutkan ke Acehbelajar kepada Syaikh Nuruddin Yusuf mengembara selama 22 tahun untuk menuntut ilmukeislaman melalui jaringan ulama Internasional. Tiga guru utamanyaNuruddin, Ba Shayban, dan Ibrahim al-Kurani adalah tokoh yang cenderungortodoks, yang memengaruhi keintelektualan Syaikh Yusuf. Oleh karena itu,ketika ia pulang ke negerinya Sulawesi Selatan 1078 H/1667 M, ia inginmensucikan Islam dari sisa-sisa kepercayaan animistik dan praktik-praktiktidak islami lainnya. Syaikh Yusuf ingin memurnikan ajaran Islam sejalandengan syariah yang dikombinasikan dengan pemahaman Yusuf membagi kaum beriman ke dalam empat kategori yaituOrang yang hanya mengucapkan syahadat tanpa benar-benar beriman,dinamakan munafik.Orang yang mengucapkan syahadat dan menamakannya dalam jiwa,dinamakan kaum beriman yang awam al-mu’min al-awwam.Orang yang beriman yang benar-benar menyadari implikasi lahir danbatin dari pernyataan keimanan dalam kehidupan mereka, dinamakangolongan elit ahl al-khawwash.Kategori tertinggi, orang beriman yang ke luar dari golongan ketigadengan jalan mengitensifkan syahadat mereka terutama denganmengamalkan tasawuf dengan tujuan lebih dekat dengan dinamakan “yang terpilih dari golongan elit” khas al-khawwash.Di antara kitab-kitab hasil karyanya yang berisi masalah kalam adalahal-Nafhah al-Saylaniyah dan al-Barakat ulama-ulama abad ke-16,17 dan 18 Masehi, berpusat lebihbanyak di Sumatera, yang karyanya bersifat kosmologis, eskatologi, danspekulasi metafisik, yang karya-karya aslinya baik menggunakan bahasa Arab15 atau Melayu. Juga berpusat di Banten, seperti Syaikh Yusuf al-Makassari danyang lebih belakangan, Syaikh Nawawi al-Bantani dengan karya-karyanyamemakai bahasa Arab. Sedang untuk daerah berbahasa Jawa, kitab-kitabtauhid banyak mempergunakan teks karya ulama Timur Tengah denganbahasa Arab, walaupun nanti pada abad ke-20 mulai ada yangmenerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa atau Madura. Kitan-kitab yangberedar di Jawa abad ke-19 sampai 20 adalah sebagai berikut1. Umm al-Barahim disebut juga al-Durrah karya Abu AbdullahMuhammad bin Yusuf Al-Sanusi = Syarah Umm al-Barahim oleh al-Sanusi sendiri. Dalamedisi yang paling banyak dijumpai teks ini dicetak di tepi halaman,hasyiyahnya dikarang oleh Ibrahim al-Bajuri yang disebut Al-Sanusi = hasyiyah atas kitab al-Sanusi karya Muhammad al-Dasuqiw. 1230 H/1815 M.4. Kifayat al-Awwam, sebagian didasarkan kepada al-Sanusi, karyaMuhammad al-Fadhali w. 1236 H/1821 M.5. Fath al-Mubin, disebut juga Tahqiq al-Maqam ala Kifayat al-Awwamkarya Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri 1260 H/1840 M. EdisiIndonesianya dicetak bersama Tijan al-Durari-Hasyiyah Fath al-Mubin oleh Nawawi Akidah al-Awwam, kitab singkat berbentuk sajak yang dihapal parasantri muda sebelum mengaji Alquran, karya Muhammad al-Marzukial-Makki. Terjemahan dalam bahasa Jawa oleh K. H. Bisri Mustafadari Rembang. Terjemahan dalam bahasa Madura oleh Abd. MajidTamim dari Nur al-Zhulan, syarah Akidah al-Awwam karya Nawawi Jauhar al-Tauhid, uraian singkat dalam bentuk bait sajak karyaIbrahim al-Laqoni w. 1041 H/1631 M.10. Tuhfah al-Murid, syarah Jauhar al-Tauhid karya Ibrahim Jauhar al-Tauhid, syarahdari kitab Jauhar al-Tauhid dengan bahasaJawa karya Soleh Darat dari Semarang dan Ahmad Subhi Masyhadidari 12. Fath al-Majid, karya Nawawi al-Bantani syarah atas kitab Dur al-Farid fi Ilm Jawahir al-Kalamiyah fi Idhah al-Akidah al-Islamiyah karya ulamaSyiria abad modern bernama Thahir bin Shalih al-Jazairi w. 1919 Mdi Damaskus.14. Husun al-Hamidiyah, sebuah karya tentang sifat, kenabian, mu’jizat,para malaikat, dan kehidupan sesudah mati karya Husain binMuhammad al-Jasr Efendi al-Tarablusi w. 1909 M. Buku ini pertamakali digunakan oleh Madrasah Sumatera Thawalib tahun 1930 Akidah Islamiyah karya Basri bin Muhammad H. Marghubi, berbentuktanya jawab karya-karya itu dapat diketahui bahwa batas antara akidahtauhid dan tasawuf di Indonesia sangat samar. Akidah bertujuanmempercayai adanya Tuhan, sedangkan tasawuf bertujuan sampai melihatdengan mata hati ma’rifah kepada Tuhan. Oleh karena itu, karya Al Ghazaliyang terkenal Ihya Ulumuddin dapat disebut kitab tasawuf sekaligus kitabtauhid akidah.17 BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanAwal mula masuknya agama Islam di Indonesia, ternyata memilikibanyak pengaruh terhadap peradaban yang sampai sekarang masih bisadirasakan oleh kita semua. Berbagai perkembangan ilmu pengetahuan,khususnya dalam hal pemikiran atau intelektual telah melengkapiperkembangan bangsa Indonesia. Terutama adalah tokoh-tokoh yangmembawa berbagai aliran ke Indonesia sebagai dakwah mereka, dan hal itumampu mewarnai segala sisi agama Islam yang menjadi agama mayoritas dinegeri ini. Di sinilah letak keunikan dan keindahan agama Islam yangberkembang tokoh ulama telah memainkan peranan penting dalamPenyebaran Islam masa awal di Aceh dan memiliki pengaruh yang sangat18 besar dalam dunia Islam. Mereka telah berjuang dan berkiprah dalam usahamemperkenalkan nilai-nilai Islam dan benar-benar mengajak masyarakatuntuk melakukan syariat Islam dengan menyampaikan ajaran-ajaran ortodoksiajaran yang berpeganghanya kepada Al-Qur’an dan As-Sunah. Denganmelalui karya-karya kitab yang disusunnya, dan dalam bahasa sastra yangindah sehingga pengamalan nilai-nilai ajarannya dengan mudah dipahami olehmasyarakat pada saat itu. Bukti kejayaan dan kebesaran ulama- ulama besartersebut kini dapat disaksikan sebagai saksi sejarah dengan masih adanyapusara/makam-makam di Banda Aceh dan di Kota Subulussalam. Tinggalan-tinggalan sejarah tersebut harus tetap dilindungi, dijaga dan dirawat agar dapatdilestarikan kepada generasi mendatang, sebagai cagar SaranBeragamnya aliran memang didasari oleh beragamnya pemikiranmanusia, namun itu bukanlah alasan untuk kita tidak bersatu. Dalam sejarahtelah diajarkan masa lalu yang menjadi pelajaran bagi semua orang, dari sinikita bisa mencari tahu bahwa persatuan merupakan alasan mereka pahlawanberhasil membangun negeri ini. Oleh karena itu, jangan sampai perbedaan-perbedaan ini menjadi pemicu bentrok hingga berdarah-darah. Perlu diingatbahwa keberadaan kita sekarang merupakan sebuah kesempatan yang telahdiperjuangkan orang-orang terdahulu. Bersatu, pahami dan saling apapun itu DAFTAR PUSTAKAJarir, Khairiah, Meneliti Situs-situs Awal Peradaban di Pulau Bengkalis, AkademikaVol. 14 No. 2 Desember Hadi Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya,BandungMizan, Hasyim, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Jakarta al-Ma’arif, Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan,Bandung PT Remaja Rosda Karya, , Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIIdan XVIII,Bandung Mizan, Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara,Surabaya Al-Ikhlas, Hagemen, Geischiedernis der Soenda Sejarah Tanah Sunda, Londen NotenVBG, Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta Rajawali Pers, Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai,Jakarta LP3ES, ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Lokasi& Pendiri Mataram Islam. Pada 1584, Panembahan Senapati Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara dan Sejarahnya – Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya. Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya. Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia NusantaraKerajaan Islam Pertama di IndonesiaKerajaan Islam di Jawa1. Kerajaan Demak2. Kerajaan Banten3. Kesultanan CirebonKerajaan Islam di Maluku1. Kerajaan Jailolo2. Kerajaan Ternate3. Kerajaan Tidore4. Kerajaan BacanKerajaan Islam di Sulawesi1. Kesultanan Buton2. Kesultanan Banggai1. Kerajaan Gowa Tallo2. Kerajaan Bone3. Kerajaan KonaweKerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur1. Kesultanan Bima2. Kesultanan Sumbawa3. Kerajaan DompuKerajaan Islam di Kalimantan1. Kerajaan Selimbau2. Kerajaan Mempawah3. Kerajaan Tanjungpura4. Kerajaan Landak5. Kerajaan Tayan6. Kesultanan PaserBuku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia NusantaraSejarah Islam di JawaGenealogi Kerajaan Islam Di JawaJejak Islam Dalam Kebudayaan JawaRekomendasi Buku & Artikel Terkait Kerajaan Islam di IndonesiaBuku Terkait Kerajaan IndonesiaMateri Terkait Kerajaan Indonesia Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara. Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu. Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air. Dalam memahami sejarah dari kerajaan Islam yang ada di Nusantara, kamu dapat membaca buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara yang ada di bawah ini, karena berisi pengenalan tentang berbagai kerajaan Islam di Nusantara pada zamannya. Kerajaan Islam Pertama di Indonesia Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berlokasi di Aceh Beberapa kerajaan Islam tertua di tanah air yang menjadi bukti jejak peninggalan Islam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini di antaranya ialah Kerajaan Perlak 840-1292, Kerajaan Ternate 1257, Kerajaan Samudera Pasai 1267-1521, Kerajaan Gowa 1300-1945, Kesultanan Malaka 1405-1511, Kerajaan Islam Cirebon 1430-1677, Kerajaan Demak 1478-1554, Kerajaan Islam Banten 1526-1813, Kerajaan Pajang 1568-1586, dan Kerajaan Mataram Islam 1588-1680. Sebagai kerajaan Islam pertama, Kesutanan Samudra Pasai seringkali dikagumi oleh berbagai orang. Salah satunya adalah penjelajah dunia asal Italia Marco Polo yang dapat kamu baca pada buku Mneyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam. Kerajaan Islam di Jawa 1. Kerajaan Demak Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang terdapat di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah di tahun 1478. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam kala itu. Penyebaran Islam saat itu sangat dipengaruh oleh jasa para wali baik di pulau Jawa maupun yang berada di luar pulau Jawa seperti Maluku hingga ke wilayah Kalimantan Timur. Di masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak mendirikan masjid yang kala itu juga dibantu oleh para wali ataupun sunan. Kemudian, kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak juga mendapat dukungan dari para wali terutama dari Sunan Kalijaga. Kehidupan masyarakat di sekitaran Kerajaan Demak juga telah diatur oleh aturan-aturan Islam tapi tetap tak meninggalkan tradisi lama mereka. Pada masa kerajaan Islam di Jawa, terjadinya transformasi politik serta religius dari kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan Islam di Jawa dan hal ini dapat kamu baca pada buku Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa oleh P. Mardiyono yang ada di bawah ini. 2. Kerajaan Banten Kerajaan Islam di Indonesia berikutnya adalah Banten yang berada di ujung pulau Jawa yaitu daerah Banten. Tanda penyebaran Islam di wilayah ini bermula ketika Fatahillah merebut Banten dan mulai melakukan penyebaran Islam. Islam tersebar dengan baik saat itu karena dipengaruhi oleh banyaknya pedagang-pedagang asing seperti dari Gujarat, Persia, Turki, dan lain sebagainya. Masjid Agung Banten menjadi salah satu hasil peninggalan Islam yang dibangun sekitar abad ke 16 Masehi. 3. Kesultanan Cirebon Kesultanan Cirebon masuk sebagai kesultanan Islam ternama di wilayah Jawa Barat sekitar abad ke 15 dan 16 masehi. Wilayah Cirebon juga masuk dalam area strategis jalur perdagangan antar pulau. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam terlebih dahulu di Tanah Pasundan. Beliau juga berkelana ke Mekkah dan Pasai. Sunan Gunung Jati juga berhasil menghapus kekuasaan kerajaan Padjajaran yang saat itu masih bercorak Hindu. Kerajaan Islam di Maluku 1. Kerajaan Jailolo Kerajaan Jailolo terletak di bagian pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan ini termasuk ke dalam kerajaan tertua di wilayah Maluku. Menurut sejarah kerajaan Jailolo berdiri sejak tahun 1321 dan mulai masuk Islam setelah kedatangan mubaligh dari Malaka. 2. Kerajaan Ternate Menurut sejarah kerajaan Ternate telah berdiri sekitar abad ke 13 Masehi. Kerajaan ini berada di Maluku Utara dan beribukotakan di Simpalu. Penyebaran Islam di kerajaan Ternate dipengaruhi oleh ulama-ulama dari Jawa, Arab dan Melayu. Kemudian, kerajaan ini pun resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar tentang Islam dari Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi. Sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, maka banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia yang singgah di wilayah Ternate. 3. Kerajaan Tidore Kerajaan ini terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian lagi di pulau Seram. Kerajaan Tidore memeluk Islam sekitar abad ke 15 Masehi. Cirali Lijitu merupakan sultan Tidore yang pertama kali memeluk agama Islam dan memiliki gelar Sultan Jamaludin. Sultan Jamaludin memeluk Islam berkat seorang mubaligh bernama Syekh Mansyur. Kerajaan ini sendiri terkenal karena ekonomi perdagangan di sektor rempah-rempah. Menurut sumber sejarah, kerajaan Tidore kala itu memiliki persekutuan yang disebut dengan Ulisiwa yang terdiri atas wilayah Halmahera, Makyan, Kai, Jailolo serta pulau-pulau lainnya di wilayah sebelah timur Maluku. 4. Kerajaan Bacan Kekuasaan kerajaan Bacan telah meliputi seluruh kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Solawati hingga di wilayah Irian Barat. Penyebaran agama Islam di kerajaan Bacan ini sendiri bermula ketika seorang Mubalig dari kerajaan Islam Maluku lainnya datang dan mulai menyebarkan Islam. Adapun raja pertama dari kerajaan Bacan ini bernama Zainal Abidin. Ketika memimpin Kerajaan Bacan, Zainal Abidin pun mulai menerapkan ajaran dan aturan-aturan Islam di wilayah Kerajaan Bacan. Kerajaan Islam di Sulawesi 1. Kesultanan Buton Kerajaan Kesultanan Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di Sulawesi Tenggara. Menurut sejarah, kerajaan ini telah lama berdiri bahkan sebelum agama Islam masuk ke wilayah Sulawesi. Kerajaan ini muncul pada awal ke 14 Masehi. Kerajaan Kesultanan Buton ini sendiri awalnya memiliki corak agama Hindu Budha, akan tetapi seiring semakin berkembangnya agama Islam di wilayah Sulawesi, kerajaan ini pun kemudian berubah menjadi kerajaan bercorak Islam. Kerajaan Buton menguasai banyak wilayah di kepulauan Buton termasuk di kawasan perairannya. Nama Buton memang sudah terkenal sejak zaman Majapahit. Bahkan dalam kitab Negarakertagama dan dalam Sumpah Palapa dari Gajah Mada, nama Buton sering sekali disebutkan. Hingga hari ini Kesultanan Buton tetap masih ada dan menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh banyak pelancong. 2. Kesultanan Banggai Kerajaan Islam di wilayah Sulawesi selanjutnya ialah kerajaan Banggai. Kerajaan Banggai ini terletak di wilayah Semenanjung Timur pulau Sulawesi dan Kepulauan Banggai. Kesultanan Banggai telah lama berdiri yaitu sekitar abad ke 16 Masehi. Hingga hari, Kerajaan Banggai masih tetap eksis dan selalu didatangi banyak pengunjung. Sebenarnya, Kerajaan ini juga pernah mengalami masa-masa keterpurukan akibat kalah dari kerajaan Majapahit. Namun, setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, Kerajaan Banggai kembali bangkit dan menjadi kerajaan independen kembali serta telah bercorak Islam. 1. Kerajaan Gowa Tallo Sesuai namanya, Kerajaan Gowa Tallo sebenarnya memang terdiri atas dua kerajaan yang menjalin persatuan atau persekutuan. Persatuan dua kerajaan besar di wilayah Sulawesi ini kemudian memberikan dampak yang begitu besar. Kerajaan Gowa sendiri menguasai wilayah dataran tinggi, adapun untuk wilayah Tallo menguasai daratan pesisir. Pengaruh yang cukup kuat menjadikan dua persekutuan kerajaan ini sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh pada jalur perdagangan di wilayah timur tanah air. Sejarah juga menyebutkan jika kerajaan Gowa Tallo ini telah berdiri sejak sebelum Islam masuk ke wilayah Sulawesi atau lebih tepatnya sekitar tahun 13 Masehi. Kerajaan ini akhirnya bergabung menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1946 dengan Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin sebagai raja terakhirnya. 2. Kerajaan Bone Bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di wilayah Sulawesi, kerajaan Bone termasuk kerajaan yang cukup kecil. Karena posisinya sebagai kerajaan kecil maka saat itu kerajaan Bone sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Gowa dan Tallo. Kekuatan kerajaan Gowa Tallo memang sangat besar pada setiap kerajaan-kerajaan kecil kala itu. Oleh sebab itu, karena pengaruh dari kerajaan Gowa Tallo ini maka kerajaan Bone pun akhirnya menjadikan kerajaannya sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Agama Islam ini sendiri masuk ke kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja Bone XI atau sekitar tahun 1611 Masehi. Setelah itu, agama Islam pun makin tersebar karena dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di wilayah kekuasaan kerajaan Bone. 3. Kerajaan Konawe Kerajaan Konawe berada di wilayah Sulawesi Tenggara. Sebelum bercorak Islam, kerajaan ini awal mulanya merupakan kerajaan bercorak Hindu. Akan tetapi, seiring berkembangnya agama Islam di Konawe, sekitar tahun 18 Masehi, kerajaan Konawe pun secara perlahan mulai mengalami perubahan sistem pemerintahan dan pada akhirnya juga masuk menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa kerajaan yang telah disebutkan di atas merupakan sejumlah kerajaan Islam yang paling Berjaya di wilayah Sulawesi di masa lalu. Meskipun beberapa di antaranya ada yang telah runtuh akan tetapi beberapa kerajaan juga telah menjadi peninggalan budaya yang patut untuk tetap dijaga. Sejumlah kerajaan Islam di wilayah Sulawesi ini menjadi bukti yang kuat bahwa pengaruh Islam di Sulawesi memang sangat berkembang dengan pesat. Ketika beberapa kerajaan masih memegang corak Hindu Budha, secara pelan tapi pasti, penyebaran agama Islam di Sulawesi mengambil alih corak Hindu Budha menjadi kerajaan yang bercorak Islam. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur 1. Kesultanan Bima Kesultanan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Masuknya Islam di kerajaan Bima diawali ketika pada tahun 1540 Masehi para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Demak datang dan menyebarkan Islam. Penyebaran Islam terus berlanjut dan diteruskan oleh Sultan Alauddin sekitar tahun 1619. Beliau mengirimkan para mubalig dari Kesultanan Luwu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Bone. 2. Kesultanan Sumbawa Menurut Zolinger, sebelum masuk ke pulau Lombok, Islam terlebih dahulu masuk ke pulau Sumbawa yaitu sekitar tahun 1450-1540. Ajaran Islam dibawa langsung oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Sumatera. Runtuhnya kekuasaan Majapahit menjadikan banyak kerajaan kecil di wilayah pulau Sumbawa menjadi merdeka. Kondisi semakin memudahkan masuknya agama Islam di lingkungan kesultanan Sumbawa. Sekitar tahun 16 Masehi, Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri masuk ke pulau Sumbawa dan menyebarkan Islam ke kerajaan-kerajaan bercorak Hindu. 3. Kerajaan Dompu Kerajaan Dompu terletak di wilayah Kabupaten Dompu saat ini. Kerajaan ini berada di wilayah Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa. Mayoritas penduduk setempat kini telah memeluk agama Islam dengan tradisi dan budaya Islam. Keturunan raja atau dikenal dengan istilah Bangsawan Dompu hingga kini masih tetap ada. Mereka sering dipanggil dengan sebutan Ruma ataupun Dae. Istana Dompu yang menjadi simbol kekuasaan zaman dahulu kala kini telah diubah menjadi Masjid Raya Dompu. Kerajaan Islam di Kalimantan 1. Kerajaan Selimbau Kerajaan Islam pertama di wilayah Kalimantan ialah Kerajaan Selimbau. Kerajaan ini terletak di wilayah kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Sebelum memeluk Islam, kerajaan Selimbau menjadi kerajaan Hindu tertua di Kalimantan Barat. Selama bertahun-tahun, Kerajaan Selimbau diperintah dengan garis turun temurun yang berjumlah 25 generasi. Mulai dari raja-raja yang beragama Hindu hingga sampai pada masa pemerintahan Kerajaan bercorak Islam. 2. Kerajaan Mempawah Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam yang berlokasi sekitar wilayah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Nama Mempawah ini sendiri diambil dari istilah Mempauh yang berarti nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian dikenal dengan sebutan Sungai Mempawah. Di masa perkembangannya, pemerintahaan kerajaan dibagi menjadi dua periode yang pertama ialah masa kerajaan Suku Dayak yang bercorak Hindu lalu masa Kesultanan yang bercorak Islam. 3. Kerajaan Tanjungpura Salah satu kerajaan tertua di Kalimantan Barat ialah Kerajaan Tanjungpura atau sering juga disebut dengan Tanjompura. Kerajaan ini telah mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota kerajaan. Awalnya ibu kota kerajaan terletak di Negeri Baru atau di Kabupaten Ketapang saat ini, setelah itu berpindah lagi ke wilayah Sukadana yang menjadi Kabupaten Kayong Utara. Kemudian, di abad ke 15 Masehi berubah nama menjadi Kerajaan Matan ketika Rajanya Sorgi atau Giri Kesuma masuk Islam. 4. Kerajaan Landak Kerajaan Landak atau dikenal juga dengan Kerajaan Ismahayana landak ialah sebuah kerajaan yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kerajaan Landak ini sendiri memiliki kronik sejarah yang cukup panjang. Beberapa sumber tertulis mengenai kerajaan ini memang cukup terbatas. Namun, berbagai bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan atau keraton hingga berbagai atribut-atribut kerajaan yang masih bisa dilihat hingga saat ini menjadi bukti eksisnya kerajaan ini. Menurut sejarah kerajaan Landak ini juga terbagi menjadi dua fase yang bertema ialah masa kerajaan bercorak Hindu dan kemudian menjadi kerajaan bercorak Islam yang telah dimulai sekitar tahun 1257 M. 5. Kerajaan Tayan Kerajaan Islam ini terletak di kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Tayan, Provinsi Kapuas Raya. Pendiri dari kerajaan Tayan ialah Putra Brawijaya yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Beliau bernama Gusti Likar atau sering juga disebut dengan Lekar. Gusti Lekar ini sendiri merupakan anak kedua dari Panembahan Dikiri yang merupakan Raja Matan. Anak pertama dari Panembahan Dikiri bernama Duli Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai Raja Matan. Sultan Muhammad Syarifudin ini sendiri merupakan Raja pertama yang masuk Islam berkat jasa tuan Syech Syamsuddin. Beliau kemudian mendapatkan hadiah berupa sebuah Qur’an kecil serta sebentuk cincin bermata jamrud merah yang didapatkan langsung dari Raja Mekkah. 6. Kesultanan Paser Sebelumnya Kesultanan Paser disebut sebagai Kerajaan Sadurangas yang merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1516. Saat itu kerajaan dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Putri Di Dalam Petung. Sebelum Ratu menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya, Putri Petong masih menganut ajaran animisme atau kepercayaan menyembah roh-roh halus. Lewat jalur perkawinan antara Ratu Petong dan Abu Mansyur Indra Jaya, Kesultanan Panser mulai memeluk Islam. Selain itu, jalur perdagangan yang berasal dari berbagai pedagang muslim juga berperan besar tersiarnya agama Islam di Kesultanan Paser. Buku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara Sejarah Islam di Jawa Tidak mudah mengkaji sejarah Islam, khususnya di Tanah Jawa, sebab terbatasnya data-data tentang kapan dan bagaimana Islam datang dan berkembang di Jawa. Narasi yang dipahami hingga saat ini bahwa Islam masuk ke Jawa dibawa oleh para pedagang muslim sekaligus pendakwah dan kemudian dikembangkan lebih kreatif oleh para wali, khususnya Walisongo. Tetapi, apakah narasi itu sudah cukup menjelaskan tentang sejarah Islam di Jawa? Para sejarahwan berbeda pendapat. Berbagai hasil riset mereka sudah dibukukan berdasarkan perspektif serta fokus kajian yang berbeda-beda sehingga menghadirkan kebergaman pemahaman. Banyaknya publikasi buku-buku sejarah Islam di Jawa, termasuk buku ini, tentu dapat memperkaya khazanah pemahaman kita tentang bagaimana Islam di Tanah Jawa. Namun, buku ini menjelaskan tiga hal pokok, yaitu awal mula kedatangan Islam, para penyebar Islam dan strategi penyebaran Islam di Tanah Jawa. Keunggulan buku ini adalah pada penjelasan kondisi sosial masyarakatJawa, asal-usul orang Jawa, serta keadaan Jawa pra-Hindu-Budha. Dengan demikian, kajian buku ini lebih komprehensif dari buku lainnya. Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa Buku ini menyajikan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa dari masa Hindu-Buddha hingga peralihan ke masa Islam. Titik fokus yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana terjadinya transformasi politik dan religius dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Dengan gaya bahasa yang populer, buku ini bermaksud memberikan penjelasan ringan dan mudah dipahami tentang peralihan peradaban di Jawa pada masa lalu. Jejak Islam Dalam Kebudayaan Jawa Agama dan budaya adalah pengikat kuat bagi masyarakat agar selalu terhubungan dengan nilai luhur, dengan nilai sosial, dan dengan kehangatan masa lalu. Di saat perubahan terjadi secara cepat, agama, dan budaya menyediakan ruang untuk membangun kohesivitas sosial dan sarana untuk mencapai ketenangan rohani. Peran Islam dalam budaya Jawa tidak bisa diabaikan untuk pembangunan masyarakat dan kebudayaannya. Buku ini muncul sebagai upaya untuk melihat jejak Islam dalam kebudayaan Jawa. Islam di Jawa tumbuh berkembang dengan pesat dan menjadi satu anyaman yang kuat dan menguatkan dengan nilai sosial yang ada di masyarakat. Buku ini ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi nilai Islam dalam kebudayaan Jawa dan bagaimana cipta, karsa, dan karya manusia Jawa dilihat kembali sebagai khazanah untuk menggali kearifan lokal, seraya tetap mendorong pembangunan manusia yang unggul dan berdaya saing, sehingga pembaca bisa menapaki kembali kekayaan khazanah nilai luhur agama dalam kebudayaan Jawa. Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Kerajaan Islam di Indonesia ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Belikoleksi Kerajaan Islam Di Nusantara online lengkap edisi & harga terbaru June 2022 di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%.
ArticlePDF AvailableAbstractWhat about the development of Islamic criminal law in Nusantara? This question should have been raised for the position of Islamic civil law is widely related to positive law, both as an influencing element or as a modification of religious norms formulated in civil law, even stated in the substantial legal scope of Law 1989 dealing with religious justice. While Islamic law in the field of criminal justice - to mention another term of the Islamic criminal law - has not attracted much attention like the field of Islamic civil law. Apart from that, the available academic studies are often political in nature and broaden the distance between the understanding of positive criminal law and Islamic law in the field of criminal law. From a macro-historical perspective, the plurality of laws is inevitably a historical reality. The Positivism School believes that the development of law is formalized for the sake of the law only. These circles strongly reject political interference in law, law by law, legal science in the form of value-free science while political science especially when associated with social science can be in the form of value-loaded science. According to this group's view, the procedure of finding, forming, and implementing law are in the hand of legal apparatus, the law can only be found through the judge's decision. The legal formation process is limited to legitimator products passed by the law. Law is a command of the law giver. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 67 H i s t o r i a M a d a n i a SEJARAH PERADILAN ISLAM DI NUSANTARA MASA KESULTANAN-KESULTANAN ISLAM PRA-KOLONIAL Ismanto, Suparman Dosen UIN SGD Bandung DPK pada STAI Fatahillah Serpong Email Suparmanjassin75 Abstract What about the development of Islamic criminal law in Nusantara? This question should have been raised for the position of Islamic civil law is widely related to positive law, both as an influencing element or as a modification of religious norms formulated in civil law, even stated in the substantial legal scope of Law 1989 dealing with religious justice. While Islamic law in the field of criminal justice - to mention another term of the Islamic criminal law - has not attracted much attention like the field of Islamic civil law. Apart from that, the available academic studies are often political in nature and broaden the distance between the understanding of positive criminal law and Islamic law in the field of criminal law. From a macro-historical perspective, the plurality of laws is inevitably a historical reality. The Positivism School believes that the development of law is formalized for the sake of the law only. These circles strongly reject political interference in law, law by law, legal science in the form of value-free science while political science especially when associated with social science can be in the form of value-loaded science. According to this group's view, the procedure of finding, forming, and implementing law are in the hand of legal apparatus, the law can only be found through the judge's decision. The legal formation process is limited to legitimator products passed by the law. Law is a command of the law giver. Keywords Islamic Law, Islam Nusantara, Islamic Criminal Law, Legal Formation Process. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 68 H i s t o r i a M a d a n i a Pendahuluan Walaupun merupakan bagian integral syari’ah Islam dan memiliki peran signifikan, kompetensi dasar yang dimiliki hukum Islam, tidak banyak dipahami secara benar dan mendalam oleh masyarakat, bahkan oleh kalangan ahli hukum itu sendiri. Sebagian besar kalangan beranggapan, tidak kurang di antaranya kalangan muslim, menancapkan kesan kejam, incompatible dan off to date dalam konsep hukum Islam. Ketakutan ini semakin jelas adanya apabila mereka membincangkan hukum pidana Islam, ketentuan pidana potong tangan, rajam, salab dan qishas telah off to date dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian. Hubungan antara praktek hukum Islam dengan agama Islam dapat diibaratkan dengan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Hukum Islam bersumber dari ajaran Islam, sedangkan ajaran Islam adalah ajaran yang dipraktekkan pemeluknya. Oleh sebab itu, untuk membicarakan perkembangan hukum Islam di Indonesia erat hubungannya dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Oleh karena itu, amat wajar jika kajian kedudukan hukum Islam pra-kolonial dilakukan dengan asumsi bahwa tata hukum Islam Indonesia berkembang seiring dengan sampainya dakwah Islam di Indonesia. Periodisasi Peradilan Islam di Nusantara Masa Awal Sejarah pembentukan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia pada masa penjajahan Portugis, Belanda dan Jepang harus dikaji berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Indonesia pada abad XIII. Penyebaran agama Islam ke Indonesia melalui saudagar Arab dan Gujarat yang pada saat itu membuat kelompok masyarakat yang akhirnya berkembang menjadi Kerajaan Islam. Meskipun sudah ada hukum Islam, akan tetapi secara kelembagaan belum dikenal dengan istilah Pengadilan Agama. Lambat laun proses konkordasi hukum Islam mempengaruhi adat kebiasaan setempat yang pada akhirnya meresipir hukum Islam sebagai Hukum Adat yang sulit dan kompleks untuk dikaji. Untuk menemukan istilah atau nama Pengadilan Agama di Indonesia pada masa Pra-Penjajahan. Pada abad ke-7, penerapan hukum Islam bukan hanya pada pelaksanaan ibadah-ibadah tertentu saja melainkan juga diterapkan pada masalah-masalah mu’amalah, munakahat, dan uqubat. Dalam hal penyelesaian masalah muamalah, munakahat, dan uqubat diselesaikan melalui Peradilan Agama. Walaupun secara Yuridis lembaga Peradilan Agama belum ada, tetapi dalam praktiknya telah ada penerapan Peradilan Agama dalam proses penyelesaian perkara-perkara tersebut. Periodisasi peradilan Islam di Indonesia sebelum datangnya pemerintahan kolonial Belanda yang disepakati para ahli terbagi menjadi tiga periode, yaitu Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 69 H i s t o r i a M a d a n i a 1. Periode Tahkim Pada masa awal Islam datang ke Nusantara, komunitas Islam sangat sedikit dan pemeluk Islam masih belum mengetahui tentang hal-hal yang berhubungan dengan Islam. Bila timbul permasalahan, mereka menunjuk seseorang yang di pandang ahli untuk menyelesaikannya. Apa pun keputusan yang akan dijatuhkan oleh orang yang ditunjuk itu keduannya harus taat untuk mematuhinya. Cara seperti inilah yang disebut “tahkim”. Bertahkim seperti ini dapat juga dilaksanakan dalam hal lain sengketa, seperti penyerahan pelaksanaan akad nikah dari wanita yang tidak mempunyai wali. 2. Periode Ahl al-Halli wa al-Aqdi Setelah kelompok-kelompok masyarakat Islam terbentuk dan mampu mengatur tata kehidupan sendiri, pelaksanaan kekuasaan kehakiman dilaksanakan dengan cara mengangkat Ahl al-Hall wa al-Aqd. Yaitu orang-orang yang terpercaya dan luas pengetahuannya untuk menjadi sesepuh masyarakat, selanjutnya Ahl al-Hali wa al-Aqd mengangkat para hakim untuk menyelesaikan segala sengketa yang ada di masyarakat. Penunjukkan ini dilakukan atas dasar musyawarah dan kesepakatan. 3. Periode Tauliyah Setelah terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, pengangkatan hakim dilaksanakan dengan cara Tauliyah dari Imam, atau pelimpahan wewenang dari Sultan selaku kepala Negara, kepala Negara selaku Waliy al-Amri mempunyai wewenang mengangkat orang-orang yang telah memenuhi syarat tertentu untuk menjadi hakim di wilayah kerajaan yang ditentukan oleh kepala Negara atau sultan. Bersamaan dan perkembangan masyarakat Islam, ketika kedatangan orang-orang Belanda pada 1605 M, Nusantara sudah terdiri dari sejumlah kerajaan Islam. Pada periode ini kerajaan-kerajaan Islam Nusantara sudah mempunyai pembantu jabatan agama dalam sistem pemerintahannya. Misalnya di tingkat desa ada jabatan agama yang disebut kaum, kayim, modin, dan amil. Di tingkat kecamatan di sebut Penghulu Naib. Di tingkat Kabupaten ada Penghulu Seda dan di tingkat kerajaan disebut Penghulu Agung yang berfungsi sebagai hakim atau qadhi yang dibantu beberapa penasihat yang kemudian disebut dengan pengadilan Serambi. Pertumbuhan dan perkembangan Peradilan Agama pada masa kesultanan Islam bercorak majemuk. Kemajemukan itu sangat bergantung kepada proses Islamisasi yang dilakukan oleh pejabat agama dan ulama bebas dari kalangan pesantren; dan bentuk integrasi antara hukum Islam dengan kaidah lokal yang hidup dan berkembang sebelumnya. Kemajemukan peradilan itu terletak pada otonomi dan perkembangannya, yang berada dalam Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 70 H i s t o r i a M a d a n i a lingkungan kesultanan masing-masing. Selain itu, terlihat dalam susunan pengadilan dan hierarkinya, kekuasaan pengadilan dalam kaitannya dengan kekuasaan pemerintahan secara umum, dan sumber pengambilan hukum dalam penerimaan dan penyelesaian perkara yang diajukan sebelum Islam datang ke Nusantara, di negeri ini telah dijumpai dua macam peradilan, yakni Peradilan Perdata dan Peradilan Padu. Peradilan Pradata mengurus masalah-masalah perkara yang menjadi urusan raja sedangkan Peradilan Padu mengurus masalah yang tidak menjadi wewenang raja. Pengadilan pradata apabila diperhatikan dari segi materi hukumnya bersumber hukum Hindu yang terdapat dalam pepakem atau kitab hukum sehingga menjadi hukum tertulis, sementara Pengadilan Padu berdasarkan pada hukum Nusantara asli yang tidak tertulis. Menurut R. Tresna 1977 17, dengan masuknya agama Islam di Nusantara, maka tata hukum di Nusantara mengalami perubahan. Hukum Islam tidak hanya menggantikan hukum Hindu, yang berwujud dalam hukum pradata, tetapi juga memasukan pengaruhnya dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat pada umumnya. Meskipun hukum asli masih menunjukan keberadaannya, tetapi hukum Islam telah merembes di kalangan para penganutnya terutama hukum keluarga. Hal itu mempengaruhi terhadap proses pembentukan dan pengembangan Pengadilan Agama di Islam di Nusantara sebenarnya telah lama hidup di antara masyarakat Islam itu sendiri, hal ini tentunya berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Jika dilihat sebelum Islam masuk, masyarakat Indonesia telah membudaya kepercayaan animisme dan dinamisme. Kemudian lahirlah kerajaan-kerajaan yang masing-masing dibangun atas dasar agama yang dianut mereka, misalkan Hindu, Budha dan disusul dengan kerajaan/kesultanan Islam yang didukung para wali pembawa dan penyiar agama Islam. Akar sejarah hukum Islam di kawasan Nusantara menurut sebagian ahli sejarah telah dimulai pada abad pertama hijriah, atau sekitar abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Sebagai gerbang masuk ke dalam kawasan Nusantara, di kawasan utara pulau Sumatra lah yang dijadikan sebagai titik awal gerakan dakwah para pendatang muslim. Dan secara perlahan gerakan dakwah itu kemudian membentuk masyarakat Islam pertama di Peureulak, Aceh Timur. Berkembanganya komunitas muslim di wilayah itu kemudian diikuti dengan berdirinya kerajaan Islam pertama sekitar abad ke-13 yang dikenal dengan Samudera Pasai, terletak di wilayah Aceh Utara. Cik Hasan Bisri, MS., Peradilan Agama di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Cet 4, hal. 113. Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 34. Cik Hasan Bisri, Op. Cit., Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 71 H i s t o r i a M a d a n i a Dengan berdirinya kerajaan Samudera Pasai itu, maka pengaruh Islam semakin menyebar dengan berdirirnya kerajaan lainnya seperti kesultanan Malaka yang tidak jauh dari Aceh. Selain itu ada beberapa yang ada di Jawa antara lain kesulatanan Demak, Mataram, dan Cirebon. Kemudian di daerah Sulawesi dan Maluku yang ada kerajaan Gowa dan kesultanan Ternate serta Tidore. Hukum Islam pada masa ini merupakan sebuah fase penting dalam sejarah hukum Islam di Nusantara. Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam menggantikan kerajaan Hindu-Budha berarti untuk pertama kalinya hukum Islam telah ada di Nusantara sebagai hukum positif. Hal ini terbukti dengan fakta-fakta dan adanya literatur-literatur fiqih yang ditulis oleh para ulama Nusantara pada abad ke-16 dan 17-an. Dimana para penguasa ketika itu memposisikan hukum Islam sebagi hukum Negara. Islam menjadi pilihan bagi masyarakat karena secara teologis ajarannya memberikan keyajinan dan kedamaian bagi penganutnya. Masyarakat pada periode ini dengan rela dan patuh, tunduk dan mengikuti ajaran-ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan. Namun keadaan itu kemudian menjadi terganggu dengan datangnya kolonialisme barat yang membawa misi tertentu, mulai dari misi dagang, politik bahkan sampai misi Islam Masa Kesultanan-kesultanan Islam Bersamaan dengan perkembangan masyarakat Islam, ketika Nusantara terdiri dari sejumlah kerajaan/ kesultanan Islam maka, dengan penerimaan Islam dalam kerajaan, otomatis para hakim yang melaksanakan keadilan diangkat oleh sultan atau imam. Berikut akan dijelaskan sejarah peradilan pada masing-masing kerajaan/ kesultanan di Kerajaan Samudera Pasai Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13 dan 14 Masehi yang di mulai di kerajaan Samudera Pasai. Penyiaran Islam ini di bawa oleh para pedagang-pedagang dari Hadramaut dan Gujarat India dan sebagian kecil dari orang-orang Persia. Perkembangan Islam pada masa ini lebih dominan di daerah-daerah pesisir pantai yang lebih dekat dengan pelabuhan sedangkan di daerah-daerah pedalaman Islam lebih sedikit karena terbatasnya transportasi pada saat itu. Sejarah Islam mencatat Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini berdiri setelah Rajendra I dari India 1020-1024 tidak berhasil menundukkan daerah itu. Pada saat Raja kehilangan simpati Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, h. 37. Abdul Halim, Op. Cit., hal. 38. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 72 H i s t o r i a M a d a n i a penduduk setempat sehingga menyebabkan kekalahannya. Tercatat Malikus Saleh adalah raja yang menduduki tahta. Raja inilah yang pertama kali sebagai penguasa beragama Islam, dengan kerajaannya yang bernama Samudera Pasai. Kerajaan ini adalah salah satu kerajaan Islam yang menerapkan hukum pidana Islam. Menurut Hamka, dari Pasailah dikembangkan paham Syafi’i ke kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia, bahkan setelah kerajaan Islam Malaka berdiri 1400-1500 M para ahli hukum Islam Malaka datang ke Samudera Pasai untuk meminta kata putus mengenai berbagai masalah hukum yang mereka jumpai dalam masyarakat. Pelaksanaan hukum Islam menyatu dengan pengadilan dan diselenggarakan secara berjenjang. Tingkat pertama dilaksanakan oleh pengadilan tingkat kampung yang dipimpin oleh keuchik. Pengadilan itu hanya menangani perkara-perkara ringan sedangkan pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan banding kepada ulee balang pengadilan tingkat kedua. Selanjutnya dapat di lakukan banding kepada Sultan yang pelaksanaannya dilakukan oleh Mahkamah Agung yang keanggotaannya terdiri atas Malikul Adil, Orang Kaya Sri Paduka Tuan, Orang Kaya Raja Bandhara, dan Faqih ulama. Pelaksanaan hukum pidana Islam di telah dilaksanakan dikerajaan ini, seperti pelaksanaan hukuman rajam untuk Meurah Pupoek, seorang anak raja yang terbukti melakukan zina. Pelaksanaan hukum Islam pada kerajaan ini tidak mengenal jabatan atau golongan, mulai dari keluarga kerajaan sampai rakyat biasa apabila terbukti melanggar hukum Islam pasti akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Hirarki Peradilan pada di kerajaan Samudera Pasai 2. Peradilan Agama Islam di Kerajaan/ Kesultanan Mataram Kerajaan Islam yang paling penting di Jawa adalah Demak yang kemudian diganti oleh Mataram, Cirebon dan Banten. Di Indonesia timur yang paling penting adalah Goa di Sulawesi Selatan dan Ternate yang pengaruhnya luas hingga kepulauan Filipina, di Sumatra yang paling penting adalah Aceh yang wilayahnya, meliputi wilayah Melayu. Keadaan terpencar MAHKAMAH AGUNG Tingkat Akhir ULEE BALANG Tingkat Kedua Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 73 H i s t o r i a M a d a n i a kerajaan-kerajaan Indonesia dan hubungannya dengan negara-negara tetangga, Malaysia dan Sultan Agung menjadi Sultan Mataram, hukum Islam tidak banyak berpengaruh di kalangan kerajaan. Banyak di antara mereka memeluk agama Hindu. Pada masa Sultan Agung memerintah 1613-1645, hukum Islam hidup dan berpengaruh besar di kerajaan itu. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan berubahnya tata hukum di Mataram, yang mengadili perkara-perkara yang membahayakan keselamatan kerajaan. Istilah pengadilan untuk ini adalah Kisas. Satu istilah yang sebenarnya dalam bahasa aslinya. Kerajaan ini tidak sepenuhnya menerapkan hukum pidana Islam. Hukum pidana hanya diterapkan dalam masalah Bughah pemberontakan. Dengan munculnya Mataram menjadi kesultanan/kerajaan Islam, di bawah pemerintahan Sultan Agung mulai diadakan perubahan dalam sistem peradilan dengan memasukkan unsur hukum dan ajaran agama Islam dengan cara memasukkan orang-orang Islam ke dalam Peradilan Peradaban. Namun, setelah kondisi masyarakat dipandang siap dan paham dengan kebijakan yang diambil Sultan Agung, maka kemudian paradilan pradata yang ada diubah menjadi Paradilan Surambi dan lembaga ini tidak secara langsung berada dibawah raja, tetapi dipimpin oleh ulama. Ketua pengadilan meskipun pada prinsipnya di tangan sultan, tetapi dalam pelaksanaannya berada di tangan penghulu yang didampingi beberapa orang ulama dari lingkungan pesantren sebagai anggota majelis. Sultan tidak pernah mengambil keputusan yang bertentangan dengan nasihat Peradilan Surambi. Meski terjadi perubahan nama dari Pengadilan Pradata menjadi Pengadilan Surambi, namun wewenang kekuasaannya masih tetap seperti peradilan pradata. Ketika Amangkurat I menggantikan Sultan Agung pada tahun 1645, peradilan pradata dihidupkan kembali untuk mengurangi pengaruh ulama dalam pengadilan dan raja sendiri yang menjadi tampuk kepimpinannya. Namun dalam perkembangan berikutnya pengadilan Surambi masih menunjukkan keberadaannya sampai pada masa penjajahan Belanda, meskipun dengan kewenangan yang terbatas. Menurut Snouck 1973 21 pengadilan tersebut berwenang menyelesaikan perselisihan dan persengketaan yang berhubungan dengan hukum kekeluargaan, yaitu perkawinan dan kewarisan. Hierarki Peradilan di Kerajaan/ kesultanan Mataram Cik Hasan Bisri, Op. Cit., hal. 114. RAJA/ SULTAN Tingkat Akhir Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 74 H i s t o r i a M a d a n i a Pengadilan Surambi atau Hukum Dalem Ing Surambi di Yogyakarta diketuai oleh seorang penghulu yang disebut penghulu hakim. Sebagai ketua ia memperoleh gelar dari Sultan Kyai Pengulu. Kemungkinan yang menjadi penghulu pertama di Yogyakarta yang diserahi tanggungjawab masjid adalah Kyai Penghulu Seh melaksanakan tugasnya menangani masalah-masalah yang ada di masyarakat, penghulu hakim dibantu oleh empat orang anggota disebut pathok nagara atau dalam bahasa halus pathok nagari. Baik penghulu hakim maupun pathok nagara termasuk abdi dalem. Dalam perkembangan selanjutnya susunan keanggotaan ini ditambah adanya beberapa khotib yang bertugas memberi khotbah di beberapa masjid pada hari Jumat. Adapun kitab hukum yang dipakai sebagai acuan di samping Al Quran dan Hadits adalah kitab-kitab fiqih yaitu Kitab Muharrar, Mahali, Tuhpah baca Tuhfah, Patakulmungin Fathulmu’in dan Patakulwahab Fat-hulwahab. Apabila benar demikian, maka tugas penghulu hakim dan anggota-anggotanya yaitu pathok nagara dengan abdi dalem di bidang hukum, keagamaan, di masyarakat sungguh tidak ringan. Sebutan pathok nagara di kalangan Reh Kawedanan Pangulon Karaton Ngayogyakarta semacam Departemen Agama merupakan jabatan abdi dalem di lembaga tersebut, dan tepatnya pembantu penghulu hakim di Pengadilan Surambi. Istilah tersebut dalam bahasa Jawa terdiri dari dua kata; pathok dan nagara. Dalam kamus Baoesastra Djawa oleh Poerwodarminta,pathok patok artinya yaitu 1 sesuatu benda yang dapat ditancapkan baik berupa kayu, bambu dan lain-lain, dengan maksud untuk batas, tanda, dan sebagainya. 2 bersifat tetap tidak dapat ditawar-tawar lagi, tempat para peronda berkumpul, sawah yang pokok, 3 –an artinya angger-angger, paugeran atau aturan, dasar hukum. Sedangkan nagara berarti negara, kerajaan, atau pemerintahan. Pathok nagara atau dalam bahasa Jawa halus pathok nagari, secara harafiah dapat berarti batas negara, namun juga dapat berarti aturan yang dianut oleh negara’, dasar hukum negara. Suatu contoh kata angger berkaitan dengan hukum, pada masa itu ada kitab Angger Sepuluh atau Angger Sedasa merupakan undang-undang yang mengatur tentang adminstrasi dan agraria, demikian juga serat angger-angger yang lain. Rouffaer. Vorstenlanden. Overdruk Uit Adatrechbundel XXXV, serie D, 1931, hlm. 105. Poerwodarminta. Baoesastra Djawa. Wolters, Uitgevers Maatschappij NV, Groningen-Batavia, 1939, hal. 479. PRADATA/ PRADU Tingkat Kedua Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 75 H i s t o r i a M a d a n i a Berkaitan dengan lembaga hukum tersebut, pada awal berdirinya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat tahun 1755, mempunyai lembaga hukum bernama Pengadilan Surambi Hukum Dalem Ing Surambi yang juga dipunyai oleh Surakarta. Di Yogyakarta lembaga ini diketuai penghulu hakim, dibantu oleh empat orang anggota bernama pathok nagara yang di Surakarta bernama Ngulama. Pada perkembangan selanjutnya, susunan keanggotaan Pengadilan Surambi tersebut kemudian ditambah adanya ketib-ketib baca khotib, sebagai pembantu yang akhirnya menjadi anggota pula sehingga menjadi 10 orang. Menurut catatan arsip Kawedanan Reh Pangulon, pathok nagara merupakan jabataan abdi dalem rendah di suatu lembaga peradilan yang diberikan oleh raja Sultan kepada seseorang yang dipercaya mampu menguasai bidang hukum agama Islam atau syariah. Tidak diketahui secara pasti kenapa sebutan jabatan tersebut demikian. Penulis hanya dapat menduga bahwa hal itu berkaitan dengan keberadaannya di lembaga hukum agama yang berlaku di saat itu. Keberadaannya di masyarakat sebagai tokoh panutan, sebagai kepanjangan aturan raja yang memerintah negari keprajan Yogyakarta. Walaupun jabatan rendah, namun abdi dalem pathok nagara mempunyai peranan penting dalam pemerintahan saat itu, karena langsung berhadapan dengan masyarakat yang penuh dengan berbagai macam permasalahan. Sesuai dengan peranan dan tugasnya yang menyangkut kehidupan masyarakat kasultanan berdasarkan agama pada masa itu, maka sebagai abdi dalem pathok nagara pembantu penghulu hakim, harus membekali dirinya dengan pengetahuan agama. Ia mempunyai kewajiban mencerdaskan masyarakat di bidang kehidupan beragama dan bermasyarakat. Perlu diketahui bahwa pada masa itu masa penjajahan Belanda, sehingga raja perlu membentengi rakyatnya secara jiwani, supaya berkepribadian kuat. Untuk syiar agama Islam ini maka di berbagai daerah di wilayah didirikanlah masjid-masjid yang kemudian disebut masjid kagungan dalem yang berarti masjid milik raja atau sering disebut Masjid Sulthoni. Menurut catatan Kawedanan Pangulon Keraton Yogyakarta 1981, masjid kagungan dalem di Daerah Istimewa Yogyakarta ada 78 buah, baik di dalam kota maupun yang tersebar di daerah-daerah Kabupaten Sleman, Gunungkidul, Kulonprogo dan Bantul. Dalam arsip kraton yang tersimpan di Perpustakaan Widyabudaya, pathok nagara abdi dalem Kawedanan Pangulon Kasultanan Yogyakarta oleh Sultan ditempatkan di Mlangi Kabupaten Sleman barat, Plosokuning Kabupaten Sleman utara, Dongkelan Kabupaten Bantul selatan dan Babadan Yogyakarta timur. Pada masa pendudukan Balatentara Jepang 1942–1945, Babadan ini pernah direncanakan akan dijadikan tempat amunisi untuk keperluan perang Jepang, sehingga banyak penduduk yang pindah ke arah utara, kampung Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 76 H i s t o r i a M a d a n i a Kentungan, demikian juga masjidnya. Akan tetapi rencana tersebut tidak jadi dan penduduk kembali ke Babadan semula, masjidnya pun dibangun lagi. Di tempat-tempat ini pathok nagara yang termasuk abdi dalem Reh Kawedanan Pangulon bertanggung jawab atas kehidupan keagamaan dalam masyarakat dan kemakmuran masjid milik raja’ masjid kagungan dalem yang ditanganinya. Walaupun jumlah masjid kagungan dalem banyak, namun hanya empat masjid itulah yang ditangani oleh pathok nagara. Dalam memakmurkan masjid, ia dibantu oleh khotib, muadzin, merbot, barjama’ah dan ulu-ulu. Tidak ada keterangan-keterangan yang pasti kenapa keempat abdi dalem pathok nagara itu ditempatkan di Mlangi, Plosokuning, Dongkelan dan Babadan. Apabila dilihat dari pusat kerajaan keempat desa itu berada di barat, utara, selatan dan timur. Di pusat kerajaan sendiri ada Masjid Agung sebagai masjid kerajaan yang berdekatan dengan bangunan kraton. Ada kebiasaan orang Jawa, menurut imajinasinya bahwa jumlah 4 empat letaknya di dalam sebuah ruang, masing-masing menempati mata angin utama yang mengelilingi suatu titik pusat. Hal ini juga terungkap dalam susunan lembaga pemerintahan, satu ada di tengah-tengah sebagai kepala ditambah 4 empat berada di sekelilingnya sebagai pembantu utama. Sebagai contohnya pemerintahan pada masa kerajaan Mataram-Islam, apabila raja duduk di singgasana, dihadap para pegawainya abdi dalem duduk membentuk lingkaran-lingkaran kebiasaaan orang Jawa yang suka’ serba empat mengelilingi satu pusat, ada kemiripan dengan letak-letak masjid milik raja yang menjadi tanggungjawab pathok nagara. Bukankah mereka itu abdi yang bertugas membantu penghulu hakim sebagai ketua Pengadilan Surambi. Pertanyaan mengenai jumlah abdi dalem pathok nagara yang membantu penghulu hakim di Pengadilan Surambi hanyalah empat, kemungkinan ada kaitannya dengan konsep konsentris seperti yang ada di kerajaan-kerajaan Jawa masa lalu. Telah disebutkan bahwa abdi dalem pathok nagara bertanggungjawab terhadap masjid yang ditanganinya. Begitu eratnya antara masjid pathok nagara ini sehingga terucap oleh masyarakat masjid-masjid tadi sebagai masjid pathok nagara. Ucapan tersebut tidaklah salah, karena sebenarnya mengandung maksud masjid kagungan dalem yang menjadi tanggungjawab pathok nagara. Oleh karena itu tidaklah mengherankan di sekitar tempat tersebut sampai kini masih ada pesantren, tempat belajar agama Islam. Setelah kemerdekaan keadaan menjadi berubah. Kerajaan-kerajaan yang semula mempunyai kekuasaan’ walaupun masih juga di bawah kekuasaan penjajah dengan sendirinya masuk ke satu wadah karena telah terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kasultanan Yogyakarta juga Robert Heine Gelderen, Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara Terjemahan Deliar Noer, CV. Rajawali, Jakarta, 1972, hal. 11-12. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 77 H i s t o r i a M a d a n i a Kadipaten Pakualaman meleburkan daerahnya ke wilayah Republik Indonesia. Walaupun Republik Indonesia baru berdiri namun sebagai negara harus mempunyai dasar negara, Undang-Undang Dasar juga kebijakan-kebijakan lainnya. Peraturan atau undang-undang pemerintah pendudukan sedikit demi sedikit dirubah, termasuk di bidang peradilan. Selanjutnya pada tanggal 29 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia mengeluartkan UU No 23 Tahun 1947 tentang Penghapusan Pengadilan Raja Zelfbestuursrecht-spraak di Jawa dan Sumatera. Di dalamnya menyebutkan bahwa semua pengadilan raja diserahkan kepada pengadilan yang berwenang Republik Indonesia. Dengan demikian sejak diberlakukan UU tersebut maka secara yuridis Pengadilan Surambi telah hapus. Walaupun tidak mempunyai kewenangan di lembaga peradilan, namun penghulu hakim dan pathok nagara secara adat masih tetap sebagai abdi dalem di Reh Kawedanan Pangulon. Di sini kawedanan semacam departemen dan Kawedanan Pangulon mengurusi masalah keagamaan, masalah ukhrawi. Semenjak itu pula tidak ada lagi pengangkatan abdi dalem pathok nagara, namun demikian masjidnya masih ada dan dimanfaatkan sampai sekarang. 3. Peradilan Islam di Kerajaan/ Kesultanan Aceh dan Banjar Di Aceh, sistem peradilan yang berdasarkan hukum Islam menyatu dengan pengadilan negeri, yang mempunyai tingkatan-tingkatan; a Dilaksanakan di tingkat kampung yang dipimpin keucik. Peradilan ini hanya menangani perkara-perkara yang tergolong ringan. Sedangkan perkara-perkara berat diselesaikan oleh Balai Hukum Mukim b Apabila yang berperkara tidak puas dengan keputusan tingkat pertama, dapat mengajukan banding ke tingkat yang ke dua yakni Oeloebalang. c Bila pada tingkat Oeloebalang juga dianggap tidak dapat memenuhi keinginan pencari keadilan, dapat mengajukan banding ke pengadilan tingkat ke tiga yang disebut panglima sagi. d Seandainya keputusan panglima sagi tidak memuaskan masih dapat mengajukan banding kepada sultan yang pelaksanaannya oleh Mahkamah agung yang terdiri anggotanya malikul adil, orang kaya sri paduka tuan, orang kaya raja bandara, dan fakih ulama. Sitem peradilan di Aceh sangat jelas menunjukkan hirarki dan kekuasaan Pengadilan Agama di Kerajaan Banjar Kapan masuknya Islam ke kerajaan Banjar atau Kalimantan Selatan tidak ada yang dapat menetapkan dengan pasti. Namun demikian setidaknya masuk dan berkembangnya Islam di Kalimantan Selatan dapat terjadi pada abad ke-16. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 78 H i s t o r i a M a d a n i a Pidana murni dilaksanakan di kerajaan ini, hal ini terbukti dengan adanya hukum potong tangan bagi siapa saja yang mencuri dan hukuman rajam bagi siapa saja yang melakukan zina. Kerajaan Banjar tercatat sebagai suatu kerajaan besar yang memeluk Islam. Awal KeIslaman itu mulanya tentu dari seorang ke orang lain, tetapi akhirnya menemukan penyebaran yang mantap adalah ketika masuk Islamnya Sultan Banjar, yang sebelumnya bernama Pangeran Samudera berganti nama menjadi Pangeran Suriansyah. Pangeran Samudera menjanjikan dirinya akan masuk Islam, jika menang berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung, setelah mendapat bantuan dari kerajaan di Jawa. Dengan masuk Islamnya raja, perkembangan selanjutnya tidak begitu sulit, karena ditunjang oleh fasilitas serta kemudahan lainnya yang akhirnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Namun demikian juga seperti sebagian masuknya Islam di Indonesia, yang datangnya lebih belakang dari agama Hindu, maka konsepsi hukum yang dianut di kerajaan Banjar inipun nampaknya juga tidak murni berdasarkan Qur’ân dan As-Sunnah. Di Kalimantan Selatan, Sebelum kehadiran Islam juga subur adat istiadat lama yang sifatnya animisme, ini merupakan tantangan para pendakwah yang tak kenal lelah untuk mengikis setiap hadirnya ajaran yang bertentangan dengan Islam. Kehidupan keagamaan diwujudkan dengan adanya mufti-mufti dan qadhi-qadhi, ialah hakim serta penasehat kerajaan dalam bidang agama. Dalam tugas mereka, terutama adalah menangani masalah-masalah berkenaan dengan hukum keluarga dan hukum perkawinan. Demikian pula Qadhi, di samping menangani masalah-masalah hukum privat, teristimewa juga menyelesaikan perkara-perkara pidana atau dikenal dengan Had. Tercatat dalam sejarah Banjar, diberlakukannya hukum bunuh terhadap orang Islam yang murtad, hukum potong tangan untuk mencuri, dan mendera siapa saja yang kedapatan melakukan zina. Bahkan dalam tatanan hukum kerajaan Banjar telah dikodifikasikan dalam bentuk sederhana, aturan-aturan hukum yang sepenuhnya berorientasi kepada hukum Islam, kodifikasi itu dikenal kemudian dengan Undang-Undang Sultan Adam. Pada akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya sebagai pemegang kekuasaan dalam kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul Amri kaum muslimin di seluruh kerajaan. Pengadilan Agama di kawasan Banjar pada masa kesultanan misalnya, hal ini bisa kita lihat pada biografi Datu Abulung. Beliau di hukum mati oleh sultan karena menyebarkan ajaran wahdatul wujud. Alasan Sultan Tahmidullah menghukum mati setelah sultan bermusyawarah dengan para ulama dan mereka berkesimpulan bahwa Atas dasar kepentingan keselamatan orang banyak dan tugas seorang pemimpin adalah untuk keselamatan akidah dan kemaslahatan rakyatnya; menolak kerusakan lebih didahulukan dari Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 79 H i s t o r i a M a d a n i a mendatangkan kebaikan dan tugas seorang pemimpin terhadap rakyatnya dipusatkan untuk mendatangkan kebaikan maka sultan memutuskan untuk menghukum mati kita bisa melihat bahwa perkara seperti “penodaaan agama” bisa dihukum mati dan sistem Pengadilan Agama yang berlaku di masyarakat Banjar saat itu diputuskan melalui musyawarah Sultan dan para ulama. Begitu pula masalah ibadah menjadi wewenang Pengadilan Agama. Dalam biografi Datu Sanggul diceritakan bahwa sepeninggal Datu Suban guru beliau, beliau tidak pernah lagi shalat jum’at di Masjid Muning. Hal ini disebabkan karena dengan karomah beliau, beliau bisa shalat jum’at langsung di Masjidil Haram, walaupun shalat selain shalat Jum’at beliau tetap berjamaah di Masjid tersebut. Tapi karena pada masa itu diberlakukan perintah sultan yang menyatakan barang siapa yang tidak melaksanakan shalat fardhu Jum’at berjamaah akan didenda maka beliau harus membayar denda yang telah ditetapkan raja. Selain itu, adanya Undang-Undang Sultan Adam yang terdiri dari 31 pasal yang berisi tentang hukum Islam, hukum acara Peradilan Islam, hukum agraria, hukum fiskal, hukum pidana, hukum perdagangan, dan lain-lain 3 juga menjadi bukti lainnya, karena siapakah yang menyidang seandainya terjadi pelanggaran, tentunya Pengadilan Agama, walaupun sistem yang berlaku di Pengadilan Agama dulu dengan sekarang berbeda, tapi esensinya tetap sama, bahkan Pengadilan Agama pada masa itu mempunyai wewenang yang lebih luas dibandingkan Pengadilan Agama zaman sekarang. 5. Peradilan Agama Islam di Priangan Tak hanya di daerah kekuasan Sultan Agung saja, tetapi di pesisir sebelah utara Jawa, utamanya di Cirebon hukum Islam utamanya yang berhubungan dengan masalah-masalah kekeluargaan amat banyak berpengaruh. Tercatat di Priangan misalnya, adanya Pengadilan-pengadilan Agama yang mengadili perkara yang dewasa ini masuk kepada masalah-masalah subversif. Pengadilan ini merupakan suatu peradilan yang mengambil pedoman kepada rukun-rukun yang ditetapkan oleh penghulu, yang tentu saja adalah pemuka-pemuka agama di kerajaan. Sistem pengadilan di Cirebon dilaksanakan oleh tujuh orang Menteri yang mewakili tiga Sultan, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon. Segala acara yang menjadi sidang itu diputuskan menurut Undang-Undang Mataram, Jaya Lengkara, Kontra Menawa dan Adilullah. Namun demikian, satu hal yang tidak dapat dipungkiri, bahwa kedalam Papakem Cirebon itu telah tampak adanya pengaruh hukum Islam. Ahmadi Hasan, Adat Badamai Interaksi Hukum Islam dan Hukum Adat pada Masyarakat Banjar, Antasari Press, Banjarmasin, 2009, h. 123. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 80 H i s t o r i a M a d a n i a Di Cirebon atau Priangan terdapat tiga bentuk peradilan; Peradilan Agama, Peradilan Drigama, dan Peradilan Cilaga. Kompetensi Peradilan Agama adalah perkara-perkara yang dapat dijatuhi hukuman badan atau hukum mati, yaitu yang menjadi absolut kompetensi peradilan pradata di Mataram. Perkara-perkara tidak lagi dikirim ke Mataram, karena belakangan kekuasaan pemerintah Mataram telah merosot. Kewenangan absolut Peradilan Drigama adalah perkara-perkara perkawinan dan waris. Sedangkan Peradilan Cilaga khusus menangani sengketa perniagaan. Pengadilan ini dikenal dengan pengadilan Peradilan Agama Islam di Banten Sementara itu di Banten pengadilan disusun menurut pengertian Islam. Pada masa sultan Hasanuddin memegang kekuasaan, pengaruh hukum Hindu sudah tidak berbekas lagi. Karena di Banten hanya ada satu pengadilan yang dipimpin oleh Qodli sebagai hakim tunggal. Lain halnya dengan Cirebon yang pengadilannya dilaksanakan oleh tujuh orang menteri yang mewakili tiga sultan yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Panembahan Cirebon kitab hukum yang digunakan adalah pepakem Cirebon, yang merupakan kumpulan macam-macam Hukum Jawa Kuno, memuat Kitab Hukum Raja Niscaya, Undang-Undang Mataram, Jaya Lengkara, Kontra Menawa dan Adidullah. Namun satu hal yang tidak dipungkiri bahwa pepakem Cirebon tanpa adanya pengaruh hukum pertama kali menginjakan kakinya di pelabuhan Banten pada tahun 1596. Bagaimana mulai berjalannya Peradilan Agama di sana dan bagaimana sikap Belanda terhadap Peradilan Agama di daerah ini, kiranya perlu diketahui bagaimana awal masuknya Islam di Banten. Setelah kota Banten, salah satu kota pelabuhan dari kerajaan Pakuan-Pajajaran dapat dikuasai oleh Falatehan, segeralah dibentuk pemerintahan atas nama Sultan Demak. Tak lama kemudian dapat dikuasai pula Sunda Kelapa, juga salah satu kota pelabuhan dari Pakuan-Pajajaran, yang kemudian diberi nama Jayakarta dan dijadikan wilayah dari kesultanan Banten. Cirebon sebagai kota pelabuhan terakhir dari Pakuan-Pajajaran diduduki pula ole Falatehan, selaku abdi dari Sultan Demak dalam rangka penyebaran agama Islam, sehingga Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon menjadi wilayah kekuasaan Demak. Pada tahun 1552 Falatehan pindah ke Cirebon dan terus memerintah daerah ini, sedang pemerintahan di Banten diserahkan kepada putera sulungnya Hasanudin. Pada tahun 1568 Hasanudin menyatakan kesultanan Banten sebagai negara merdeka, bebas dari kekuasaan Demak, dan mulai mengatur pemerintahannya sendiri. Di antaranya menata pelaksanaan Abdul Halim, Op. Cit., hal. 43. Cik Hasan Bisri, Op. Cit., hal. 115. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 81 H i s t o r i a M a d a n i a peradilan di kesultanan tersebut. Orang-orang Banten, sebelum kekuasaan negara direbut oleh Falatehan sudah mulai masuk Islam. Hal itu dipermudah oleh karena syahbandar di Banten dan yang memerintah kota itu atas nama Prabu Siliwangi, sudah lebih dahulu memeluk agama Islam. Orang-orang Banten, sebagai orang yang baru saja memeluk agama Islam amatlah giat dalam menjalankan agamanya dan memegang teguh pada hukum Islam. Meskipun Cirebon didirikan hampir bersamaan dengan kesultanan Banten, akan tetapi lapisan atas dari penduduk Cirebon, yang berasal dari Demak, masih kokoh terikat dengan norma-norma hukum dan adat kebiasaan Jawa-kuno. Hal tersebut berpengaruh pada perkembangan peradilan di dua kesultanan tersebut. Pengadilan di Banten disusun menurut pengertian Islam. Pengadilan yang pernah ada dan berjalan berdasar pada hukum Hindu sebagai bentukan dari kerajaan Pakuan-Pajajaran, diwaktu Sultan Hasanudin memegang kekuasaan sudah tidak nampak lagi bekas-bekasnya sedikitpun. Pada abad ke-17 di Banten hanya ada satu macam pengadilan, yaitu yang dipimpin oleh Kadhi sebagai hakim tunggal. Kalau pada abad ke-17 kesultanan Banten sudah sempurna menerapkan hukum Islam, maka pada awal abad ke-17 penguasa kerajaan Mataram baru masuk agama Islam. Akan tetapi dengan masuknya penguasa kerajaan Mataram ke dalam agama Islam pada permulaaan abad ke-17 tersebut penyebaran Islam hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia karena wilayah kekuasaan kerajaan Mataram hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia. 7. Peradilan Agama Islam di Sulawesi Di Sulawesi integrasi ajaran Islam dan lembaga-lembaganya dalam pemerintahan kerajaan dan adat lebih lancar karena peranan raja. Di Sulawesi, kerajaan yang mula-mula menerima Islam dengan resmi adalah kerajaan Tallo di Sulawesi Selatan. Kemudian disusul oleh kerjaan Goa yang merupakan kerajaan terkuat dan mempunyai pengaruh di kalangan masyarakatnya. Sementara itu di beberapa wilayah lain; seperti Kalimantan Selatan dan Timur, dan tempat-tempat lain, para hakim agama di angkat sebagai penguasa setempat. Dengan berbagai ragam pengadilan itu, menunjukan posisinya yang sama, yaitu sebagai salah satu pelaksana kekuasaan raja atau sultan. Di samping itu pada dasarnya batasan wewenang Pengadilan Agama meliputi bidang hukum keluarga, yaitu perkawinan dan kewarisan. Dengan wewenang demikian, proses pertumbuhan dan perkembangan pengadilan pada berbagai kesultanan memiliki keunikan masing-masing. Dan fungsi sultan pada saat itu adalah sebagai pendamai apabila terjadi perselisihan hukum. Abdul Halim, Op. Cit., hal. 45. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 82 H i s t o r i a M a d a n i a Di Sulawesi integrasi ajaran Islam dan lembaga-lembaganya dalam pemerintah kerajaan dan adat lebih lancar karena peranan raja. Melalui kekuasaan politik dalam struktur kerajaan ditempatkan Parewa Syara’ pejabat syari’at yang berkedudukan sama dengan Parewa Adek pejabat adek yang sebelum datangnya Islam telah ada pengadilan tingkat II. Parewa syara’ dipimpin oleh Kali Kadli, yaitu pejabat tertinggi dalam syariat Islam yang berkedudukan di pusat kerajaan pengadilan tingkat III. Di masing-masing Paleli diangkat pejabat bahwan yang disebut imam serta dibantu oleh seorang khatib dan seorang Bilal Pengadilan tingkat I. Para Kadi dan pejabat urusan ini diberikan gaji yang diambilkan dari zakat harta, sedekah Idul Fitri dan Idul Adha, kenduri kerajaan, penyelenggaraan mayat dan penyelenggaraan pernikahan. Hal ini terjadi pada saat pemerintahan raja Gowa XV 1637-1653 ketika Malikus Said berkuasa. Sebelumnya raja Gowa sendiri yang menjadi hakim agama Islam. Hirarki Peradilan pada Kerajaan Sulawesi 8. Kerajaan Raja Ali Haji di Riau Sistem peradilan pada kerajaan Riau telah tertata dengan rapi pada masa Raja Ali. Lembaga peradilan mempunyai kelengkapan layaknya sebuah pengadilan di masa sekarang. Peradilan terdiri dari, Mahkamah Kerajaan yang bertugas menyelesaikan sengketa dalam kerajaan dan Mahkamah Kecil yang bertugas menangani setiap permasalahan yang timbul dalam masyarakat. Untuk masing-masing mahkamah itu diangkat tiga orang Qadhi yang menangani perkara mu’amalah, jinayah dan munakahat. PAREWA SYARA’-PAREWA ADEK Tingkat Kedua KHATIB-BILAL Tingkat Pertama Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 83 H i s t o r i a M a d a n i a Struktur Lembaga Peradilan Kerajaan Raja Ali Haji Dasar Penyelenggaraan Peradilan di Kesultanan Di Mataram, masa kepemimpinan Sultan Agung, seorang Raja yang alim dan menjunjung tinggi agamanya, pengaruh Islam masuk pada tata hukum yang diwujudkan khusus dalam pengadilan Pradata yang diubah menjadi Pengadilan Surambi, karena diadakan di serambi mesjid Agung. Dasar hukum penyelenggaraan peradilan pada masa kesultanan in adalah adanya pendelegasian wewenang dari Sultan kepada Penghulu. Pada tahun 1645, sultan agung wafat dan digantikan oleh Amangkurat I. Beliau mengubah Pengadilan seperti dahulu kembali. Pengadilan pradata maksudnya perkara-perkara yang diadili oleh Raja dan diadakan di Negaragung, yaitu pusat pemerintahan di Ibukota Negara. Di Banten, masa kepemimpinan Sultan Hasanudin, pada abad ke-17 di Banten hanya ada satu macam pengadilan, yaitu yang dipimpin oleh Kadhi. Pendelegasian wewenang dari Raja kepada Kadhi. Di Cirebon, setelah pangeran Girilaya wafat dan meninggalkan tiga anaknya, sehingga Cirebon dibagi tiga, yang dipimpin oleh Sultan Sepuh, Sultan Anom, Panembahan Cirebon. Meski dibagi tiga, namun dalam permasalahan yang besar, mereka tetap bersama. Kemudian dalam menyelesaikan perkara, diserahkan kepada 7 menteri sehingga menjadikan pendelegasian wewenang dari ketiga sultan kepada 7 menteri tersebut untuk menyelesaikan perkara. Adapun ketujuh menteri ini adalah delegasi diantara Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 84 H i s t o r i a M a d a n i a 3 orang dari Sultan Sepuh, 2 orang dari Sultan Anom, dan 2 orang dari Panembahan Cirebon. Kemudian pada tahun 1688 terjadi perjanjian de hartogh merupakan dasar hukum sehingga mengubah pengadilan 7 menteri yang diganti menjadi pengadilan 7 jaksa. Kedudukan Pengadilan Di Mataram, kedudukan pengadilan yang menjadi wewenang penghulu, tetap menjadi kekuasaan Sultan Agung, karena ditakutkan bertentangan pada hukum adat yang ada. Meski demikian, penyelesaian yang dilakukan Sultan tidak bertentangan dengan keputusan pengadilan surambi. Dan ini memang keputusan yang dikeluarkan oleh penghulu. Pada tahun 1645, sultan agung wafat dan digantikan oleh Amangkurat I. Beliau mengubah Pengadilan seperti dahulu kembali. Sehingga Pengadilan Pradata tetap ada dalam tangan Raja dan tidak terikat oleh kitab-kitab hukum manapun. Namun setelah ada papakem Cirebon, ada kedudukan lain, yaitu adanya Pengadilan Penghulu yang sebagian besar wewenang pengadilan karta jaksa menjadi wewenang Penghulu. Di Banten, kedudukan pengadilan yaitu dengan dipimpin oleh kadhi. Dalam putusannya, kadhi menetapkan putusan mengadili seseorang, manun kedudukannya tetap ada dibawah raja. Faktanya yaitu karena setiap adanya putusan dari Kadhi harus tetap disahkan oleh Raja. Di Cirebon, kedudukan 7 menteri ada di bawah tiga Sultan, karena merupaka perwakilan dari ketiga Sultan. Ketujuh menteri ini yang setelah perjanjian de Hartogh itu berubah menjadi tujuh Jaksa, melakukan perbuatan mengadili orang yang berperkara dengan mengeluarkan keputusan yang diambil dari ketujuh jaksa secara bersama-sama yang disebut dengan surat bulat. Susunan Pengadilan Pengadilan surambi ini dipimpin oleh penghulu yang mempunyai beberapa ulama sebagai anggota. Hal ini identik dengan musyawarah. Meski tidak sesuai dengan hukum Islam bahwa figur hakim hanya seorang saja, tetap saja Sultan Agung yang memberi keputusan. Hal ini dilakukan untuk memelihara faham kedaulatan, meski begitu, tetap saja keputusan berdasarkan atau tidak menyimpang dari nasehat putusan Pengadilan Surambi. Pada tahun 1645, sultan agung wafat dan digantikan oleh Amangkurat I. Beliau mengubah Pengadilan seperti dahulu kembali. Perkara-perkara yang diadili berlaku bagi daerah-daerah bekas Negara-negara yang takluk pada mataram, sehingga Negaragung menjadi pusat pengadilan. Susunannya berubah, karena Pengadilan Pradata telah ada dalam tangan Raja dan tidak terikat oleh kitab-kitab hukum manapun. Namun setelah ada papakem Cirebon, sehingga terjadi Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 85 H i s t o r i a M a d a n i a pelimpahan kekuasaan dari Pengadilan Jaksa kepada Pengadilan Penghulu. Sehingga Pengadilan Jaksa karta hanya mengadili perkara padu saja. Pengadilan di Banten yang dikepalai oleh Kadhi tidak mempunyai susunan, karena pengadilan dipimpin hanya oleh seorang Kadhi saja. Adapun di Cirebon, susunan pengadilannya yaitu bahwa perwakilan dari ketiga penguasa itu berkedudukan sama. Jadi susunannya yaitu Tujuh Jaksa bersama-sama dalam surat bulat, kemudian apabila belum bisa di putuskan maka dilakukan dengan Sidang para Sultan yang setelah Cirebon menerima perjanjian itu, maka residen Belanda pun ikut hadir dalam sidang para sultan. Kekuasaan Pengadilan Pengadilan di Mataram, yaitu pengadilan surambi yang dipimpin oleh penghulu dan dibantu dengan beberapa alim ulama. Pengadilan ini kebiasaan mengadili perkara-perkara mengenai perkara perkawinan dan kewarisan. Kekuasaan penghulu ialah memberikan keputusan-keputusan yang mempunyai arti suatu nasehat adpis kepada raja didalam mengambil keputusannya. Pada tahun 1645, sultan agung wafat dan digantikan oleh Amangkurat I. Beliau mengubah Pengadilan seperti dahulu kembali. Perkara-perkara yang diadili berlaku bagi daerah-daerah bekas Negara-negara yang takluk pada mataram, sehingga Negaragung menjadi pusat pengadilan. Sehingga kekuasaan Raja ialah mengadili perkara dalam Pengadilan Pradata dan tidak terikat oleh kitab-kitab hukum manapun. Raja adalah sumber hukum dan sumber keadilan,karena Menurut Amangkurat I, tradisi harus tetap dijalankan, karena wajib untuk memelihara tradisi. Adapun daerah yang telah takluk, diberi wewenang dari Raja kepada wakil Pemerintah Pusat untuk menjalankan pengadilan di daerahnya tapi hanya mengenai perkara-perkara Padu, dan sumbernya yaitu kitab-kitab hukum. Namun setelah ada papakem Cirebon, sehingga terjadi pelimpahan kekuasaan dari Pengadilan Jaksa kepada Pengadilan Penghulu. Sehingga Pengadilan Jaksa karta hanya mengadili perkara padu saja. Adapun di Banten, kekuasaan Kadhi yang merupakan kekuasaan pengadilan tunggal, berkuasa mengadili perkara-perkara hingga perkara hukuman mati namun tetap kekuasaannya dibawah raja karena dalam pengesahannya memrlukan pengesahan dari raja. Selain itu di Cirebon, yang pengadilannya dipimpin oleh tujuh menteri tujuh jaksa, mempunyai kekuasaan mengadili perkara-perkara yang merupakan hal-hal yang biasa Tresna, 1978 25. Adapun kekuasaan mengadili perkara tertentu yang menghasilkan keputusan bersama-sama dengan surat bulat. Adapun apabila salah satu tidak sepakat, maka pengadilan dialihkan kepada sidang para sultan. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 86 H i s t o r i a M a d a n i a Hukum Substantif Hukum materiil yang digunakan di pengadilan mataram ialah kitab-kitab fiqh yang bermadzhab syafi’ karena Islam masuk pertama kali bermadzhab Syafi’i. Pada tahun 1645, kekuasaan beralih kepada Amangkurat I yang mengubah Pengadilan seperti dahulu kembali. Sehingga kekuasaan Raja ialah mengadili perkara dalam Pengadilan Pradata dan tidak terikat oleh kitab-kitab hukum manapun. Raja adalah sumber hukum dan sumber keadilan, karena menurut Amangkurat I, wajib memelihara tradisi. Adapun daerah yang telah takluk, diberi wewenang dari Raja kepada wakil Pemerintah Pusat untuk menjalankan pengadilan di daerahnya tapi hanya mengenai perkara-perkaraPadu, dan sumbernya yaitu kitab-kitab hukum. Banten juga memakai hukum materiil yang sama dari Islamnya, adapun tetap terdapat hukum hindu yang merupakan adat dari zaman dahulu. Hukum hindu itu ialah hukuman mati yang dijatuhi oleh Kadhi. Adapun di Cirebon, kitab hukum yang digunakan yaitu Papakem Cirebon yang didalamnya terdiri dari macam-macam ketentuan dari hukum Jawa-kuno. Diambi dari beberapa kitab, diantaranya Kitab huum Raja Niscaya, undang-undang Mataram, Jaya Lengkara, Kontra Menawa dan Adilulah, juga disebut Surya Alam. Hukum acara pada kesultanan Mataram belum ada hukum yang mengatur tentang acara pengadilan. Adapaun di Banten pula, seperti itu. Adapun selain kedua kesultanan ini, Kesultanan Cirebon yang di dalam segala perkaranya, yang menjadi acara sidang menteri itu diputuskan menurut “undang-undang jawa”. Penutup Sebuah peradilan yang merupakan alat kelengkapan bagi umat Islam dalam melaksanakan Hukum Islam, Peradilan Agama Islam dikhususkan bagi masyarakat yang beragama Islam di Indonesia, sebagai alat kelengkapan pelaksanaan Hukum Islam itu sendiri. Maka Peradilan Agama ini tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara yang kemudian disambut dengan senang dan baik oleh masyarakat penduduk Indonesia. Walaupun disadari sepenuhnya bahwa Peradilan Agama khususnya dan Ilmu Pengetahuan Hukum Islam pada umumnya belum pernah berkembang secara menyolok di Indonesia apabila dibandingkan dengan negara-negara yang lainnya terutama sekali yang mayoritas penduduknya beragama Islam, namun demikian konsepsi-konsepsi Hukum Islam telah menyumbangkan suatu potensi pemikiran yang sangat baik bagi perkembangan dan pembinaan Hukum Islam. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 87 H i s t o r i a M a d a n i a Daftar Pustaka Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Ahmadi Hasan, Adat Badamai Interaksi Hukum Islam dan Hukum Adat pada Masyarakat Banjar, Antasari Press, Banjarmasin, 2009. Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. Cik Hasan Bisri, MS., Peradilan Agama di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Rouffaer. Vorstenlanden. Overdruk Uit Adatrechbundel XXXV, serie D, 1931. Robert Heine Gelderen, Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara Terjemahan Deliar Noer, CV. Rajawali, Jakarta, 1972. Poerwodarminta. Baoesastra Djawa. Wolters, Uitgevers Maatschappij NV, Groningen-Batavia, 1939. Sejarah Peradilan Islam……. Ismanto dan Suparman 88 H i s t o r i a M a d a n i a ... Keterbukaan masyarakat dalam menerima hukum Islam kemudian berlanjut dengan diterimanya Hukum Islam di lingkungan kerajaan Ismanto & Suparman, 2019. Tumbuh dan berkembangnya Hukum Islam di lingkuran kerajaan dibuktikan dengan diterapkannya hukum Islam dalam sistem hukum kerajaan secara berangsur-angsur Hamka, 1961. ...Ashabul FadhliRahmiati RahmiatiFathur RahmiJelang RamadhanThis study aims to find out the dialectic of formulating the age limit for marriage which took place from the pre-independence period until the issuance of Supreme Court Regulation Number 5 of 2019 concerning Guidelines for Adjudicating Applications for Marriage Dispensation. The demand to determine the age limit was first voiced by the women's movement explicitly during the colonial period due to the large number of daughters being married off. Child marriage has been detrimental and has a bad impact on the lives of girls. This research is a normative legal research that uses a statutory approach, a conceptual approach and a historical historical approach. The results of this study prove that the formulation of the politically negotiated age limit after the independence period did not receive special attention by the Government. Interests in other matters concerning the approval of the Marriage Law are generally more important. The issue of the age limit has received a lot of criticism after Article 7 of Law No. 1/1974 on marriage was judged to be casuistic in terms of legal material and judicial practice. With the promulgation of PERMA Number 5 of 2019 it becomes the determinant of the legal vacuum regarding the application of the age limit rule and the process of adjudicating marriage dispensation cases by judges in the Religious Courts. Faizal ArifinNadia Nuraini HasniElla NurlailasariThe Dutch Colonial Government formed a colonial legal system aimed at strengthening power in the Dutch East Indies. Haatzaai Artikelen is one of the products of colonial law used to sanction anyone who criticizes Dutch rule. The study of Haatzaai Artikelen is interesting because colonial legal instruments impose injustice through criminal offense with accusations of utterance or expressions of hostility, hatred, and contempt for Dutch political interests. This Research uses the historical method with this legal approach aims to analyze the implementation of Haatzaai Artikelen and its impact on the struggle against colonialism. The results showed that the Dutch colonial government interpreted Haatzaai Artikelen according to their political interests. Also, the Dutch Colonial Government and its judicial system systematically used the Haatzaai Artikelen as a rubber article to arrest Indonesian activists, silence, and imprison them. The implementation and demands of the Haatzaai Artikelen offense have implications for the rise of resistance against Dutch colonialism and exploitation, and on the other hand, have weakened the struggles of several figures so that the application of this punishment affects the dynamics of the Indonesian national Agama dalam Politik Hukum Islam, PT. Raja Grafindo PersadaAbdul HalimAbdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Agama di Indonesia, PT. Raja Grafindo PersadaM S Cik Hasan BisriCik Hasan Bisri, MS., Peradilan Agama di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Uit Adatrechbundel XXXV, serie DP RouffaerVorstenlandenP. Rouffaer. Vorstenlanden. Overdruk Uit Adatrechbundel XXXV, serie D, S PoerwodarmintaJ B Baoesastra Poerwodarminta. Baoesastra Djawa. Wolters, Uitgevers Maatschappij NV, Groningen-Batavia, 1939.

Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS konsep kerajaan islam. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Pemegang kekuasaan tertinggi di kerajaan: KINGDOM: Kerajaan (Inggris) SYARIAH: Hukum islam: BURAM: Rancangan; konsep: RATU: Pimpinan

Mahasiswa/Alumni UIN Sunan Gunung Djati07 April 2022 1454Hai Zalfa A, kakak bantu jawab ya. Konsep kekuasaan di Kerajaan Islam Nusantara menggunakan gelar sultan untuk raja atau penguasa kerajaan. Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut. Perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia memiliki konsep tersendiri dalam pemerintahaannya, terutama pada konsep kekuasaan. Penguasa Kerajaan Islam di Nusantara, menggunakan gelar sultan sebagai gelar raja atau penguasa kerajaannya. Gelar sultan sendiri berbeda dengan gelar raja pada umumnya yang lebih cenderung netral dan sekuler, sultan pada masa kerajaan Islam raja dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia. Hal ini membuat pemimpin atau penguasa pada Kerajaan Islam memiliki karakter pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual. Semoga membantu yaa...
WmBWmqh.
  • dc4347o89a.pages.dev/165
  • dc4347o89a.pages.dev/323
  • dc4347o89a.pages.dev/259
  • dc4347o89a.pages.dev/136
  • dc4347o89a.pages.dev/119
  • dc4347o89a.pages.dev/429
  • dc4347o89a.pages.dev/85
  • dc4347o89a.pages.dev/173
  • terangkan mengenai konsep kekuasaan di kerajaan islam nusantara