- Perang Badar terjadi pada 17 Ramadan tahun kedua Hijriah atau 13 Maret 624 Masehi, tepat hari ini 1397 tahun silam. Nabi Muhammad bersama kaum muslimin berada di Badar selama tiga hari, kemudian pulang dengan kemenangan ke kota Madinah sembari membawa tawanan dan sejumlah ganimah atau harta rampasan perang. Menurut Mahmud Syeit Khaththab dalam Rasulullah Sang Panglima 2002 83-110, selama bulan Ramadan 2 H, atau setahun sebelum kalah dalam Perang Uhud, Rasulullah memimpin sebuah kontingen besar kaum muslim untuk memotong jalan kafilah Makkah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ini merupakan salah satu kafilah terpenting pada tahun itu. Disemangati oleh kesuksesan Ekspedisi Nakhlah, serombongan besar kaum Anshar menyediakan diri untuk bergabung dalam penyerbuan. Sekitar 314 kaum muslim berangkat dari Madinah dan bergerak menuju Badar, dekat pantai Laut Merah, tempat mereka hendak menyergap kafilah pimpinan Abu Sufyan. Ekspedisi ini menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal Islam. Meski demikian, sebagian dari kaum muslimin yang paling setia tetap tinggal di rumah, di antaranya adalah Utsman ibn Affan. Istrinya, Ruqayyah putri Rasulullah, sedang sakit berat. Semula, kafilah itu tampak seperti akan lolos. Karen Armstrong dalam Muhammad Prophet for Our Time 2006 148-155 mengisahkan, Abu Sufyan mendapat kabar perihal rencana kaum muslim. Maka, alih-alih mengambil rute yang biasa melintasi Hijaz, dia berkelok tajam menjauh dari pantai dan mengirim seorang dari suku setempat untuk pergi ke Makkah mencari Quraisy marah atas keberanian Muhammad yang mereka anggap sebagai penodaan bagi kehormatan mereka. Seluruh pemimpin Makkah bertekad untuk menyelamatkan kafilah itu, termasuk Abu Jahal. Ummayah ibn Khalaf juga mengambil baju perangnya, dan bahkan anggota keluarga Muhammad sendiri berangkat untuk melawannya lantaran yakin bahwa kali ini Muhammad telah bertindak terlalu jauh. Abu Lahab sedang sakit, tetapi dua putra Abu Thalib, pamannya Abbas, dan sepupu Khadijah Hakim bergabung dengan ribuan lelaki yang berangkat keluar dari Makkah malam itu dan berbaris menuju Badar. Sementara itu, Abu Sufyan telah berhasil mengecoh kaum muslim dan membawa kafilahnya menjauh dari jangkauan mereka. Mamar Ibn Rāshid dalam The Expeditions An Early Biography of Muhammad 2014 51-60 mengisahkan, Abu Sufyan mengirim kabar bahwa barang dagangan mereka aman dan pasukan tentara harus kembali titik ini, banyak di antara kaum Quraisy yang enggan untuk memerangi kerabat mereka sendiri di kalangan kaum muslim. Akan tetapi, Abu Jahal tidak mau mendengarnya. “Demi Allah!” teriaknya. “Kita tidak akan kembali hingga kita telah tiba di Badar. Kita akan melewatkan tiga hari di sana, membantai unta-unta, dan berpesta dan meminum anggur; dan anak-anak perempuan akan tampil untuk kita. Orang-orang Arab akan mendengar bahwa kita telah datang dan akan menghormati kita di masa depan.”Namun, kata-kata yang lantang ini menunjukkan bahwa Abu Jahal sendiri tidak mengharapkan sebuah pertempuran. Dia tak punya bayangan tentang kengerian perang. Yang tampaknya dia fantasikan adalah semacam pesta, lengkap dengan puan-puan yang menari. Menurut Reza Aslan dalam No god but God The Origins, Evolution, and Future of Islam 2005 104-129, spirit yang sangat berbeda terdapat di perkemahan kaum muslim. Setelah trauma dan teror hijrah, kaum Muhajirin tidak bisa mempertimbangkan situasi itu dengan terlalu percaya diri dan gegabah. Segera setelah Muhammad mendengar bahwa tentara Makkah sedang mendekat, dia berkonsultasi kepada para kepala suku yang lain. Jumlah tentara muslim jauh lebih sedikit. Yang mereka harapkan adalah sebuah penyerangan biasa, bukan pertempuran besar. Tidak seperti suku Quraisy, suku Aus dan Khazraj merupakan tentara-tentara terlatih, setelah bertahun-tahun peperangan antarsuku di Yatsrib. Akan tetapi, mereka berada dalam keadaan yang sangat buruk dan seluruh kaum muslim berharap mereka tidak mesti dua hari, kedua pasukan saling melempar pandangan dari ujung-ujung lembah yang berlawanan. Tariq Ramadan dalam Footsteps of the Prophet Lessons from the Life of Muhammad 2014 184-187 menuturkan, suku Quraisy tampak mengesankan dalam tunik putih dan persenjataan mereka nan berkilau. Di sisi lain, meski Sa’ad mengucapkan kata-kata yang membakar semangat, sebagian kaum muslim ingin mundur. Ketakutan yang besar merebak di perkemahan itu. Nabi mencoba menaikkan semangat mereka. Dia menuturkan bahwa dalam sebuah mimpi, Allah telah menjanjikan untuk mengirim ribuan malaikat untuk bertempur bersama mereka. Sementara suku Quraisy berpesta dan minum-minum, Muhammad membuat persiapan taktis. Muhammad menjejerkan tentaranya dalam formasi yang rapat dan menempatkan orang-orang di sumur-sumur, mengeringkan persediaan air suku Quraisy dan memaksa mereka, ketika tiba saatnya, untuk naik ke bukit, bertempur dengan pandangan mata silau lantaran sinar matahari. Akan tetapi ketika melihat besarnya pasukan tentara Makkah, Rasulullah menangis. “Ya Allah,” dia berdoa, “jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama nan sejati.” Muhammad sadar bahwa pertempuran itu akan menjadi penentu. Tekad kuat dalam dirinya telah menjalar kepada para pengikutnya. Sementara itu, kaum Quraisy menjadi semakin waspada. Sean W. Anthony dalam Muhammad and the Empires of Faith The Making of the Prophet of Islam 2020 mengisahkan, para kepala suku telah mengirimkan seorang mata-mata untuk melaporkan pasukan musuh. Sang mata-mata terperangah menyaksikan tekad kuat di wajah-wajah kaum muslim dan memohon suku Quraisy untuk tidak bertempur. Namun Abu Jahal tak bisa menerima alasan apa pun dan menuduh mata-mata itu pengecut. Abu Jahal lantas berpaling kepada saudara lelaki seorang pria yang dibantai oleh penyerang muslim di Nakhlah. Lelaki itu lalu meneriakkan pekik peperangan, dan orang-orang keras kepala melangkah menuju nasib buruk Quraisy mulai bergerak maju dengan perlahan melintasi gurun pasir. Muhammad menolak menyerang terlebih dahulu, bahkan setelah pertempuran dimulai. Dia tampak enggan untuk melepas orang-orangnya hingga Abu Bakar mengatakan kepadanya untuk menyudahi doa dan memimpin pasukan. Dalam pertempuran sengit, kaum Quraisy segera menyadari bahwa mereka sedang menghadapi kemungkinan terburuk. Mereka berperang dengan semangat nekat dan ceroboh, seolah-olah ini adalah turnamen kekesatriaan, dan tidak punya strategi yang terpadu. Sebaliknya, kaum muslim memiliki rencana yang matang. Mereka mengawalinya dengan menyerang musuh menggunakan panah. Setelah itu baru menghunus pedang untuk bertarung satu lawan satu pada menit-menit terakhir. Menjelang tengah hari, suku Quraisy telah kabur, meninggalkan sekitar lima puluh pemimpin mereka, termasuk Abu Jahal yang tewas. Sementara korban di pihak muslim hanya empat belas orang. Armstrong 2006 152. Kaum muslim dengan gembira mulai mengepung tawanan dan menarik pedang-pedang mereka. Dalam perang kesukuan, tidak ada tempat untuk pihak yang tertaklukkan. Korban biasanya dimutilasi, sedangkan tawanan entah dipenggal atau disiksa. Namun Muhammad dengan segera memerintahkan pasukannya untuk menahan diri. Sebuah wahyu turun untuk memastikan bahwa para tawanan perang harus dibebaskan atau ditebus. Infografik Mozaik Perang Badar. Setelah Perang Badar Menurut Ahmed Al-Dawoody dalam The Islamic Law of War Justifications and Regulations 2011 26-57, Muhammad bukanlah seorang pasifis. Muhammad yakin bahwa peperangan kadang tidak terelakkan dan bahkan perlu. Pascaperang Badar, kaum muslim pirsa, bahwa hanya masalah waktu sebelum Makkah akan melancarkan serangan pembalasan, dan mereka menyediakan diri untuk jihad nan panjang dan berat. Akan tetapi, arti utama itu, yang begitu sering kita dengar kiwari, bukanlah “perang suci”, melainkan “upaya” atau “perjuangan” yang dituntut untuk menegakkan kehendak Tuhan dalam tindakan. Kaum muslim diminta untuk berjuang dalam pelbagai bidang intelektual, sosial, ekonomi, spiritual, dan domestik. Terkadang mereka harus berperang, tetapi itu bukan tugas utama mereka. Dalam perjalanan pulang dari Badar, Muhammad mengucapkan sebuah hadis penting yang sering dikutip “Kita baru kembali dari Jihad Kecil peperangan itu dan menuju Jihad Besar”-perjuangan yang jauh lebih penting dan sulit, yakni mereformasi masyarakat dan diri mereka sendiri. Menurut Lesley Hazleton dalam The First Muslim The Story of Muhammad 2013, Badar telah mengangkat Muhammad ke tingkat yang lebih tinggi di Madinah. Tatkala mereka mempersiapkan diri untuk serangan balik dari kaum Quraisy, disepakati sebuah perjanjian antara Nabi dan kaum Arab serta Yahudi di Madinah. Mereka akan hidup rukun bersama kaum muslim, dan berjanji tidak akan mengikat perjanjian yang liyan dengan Makkah. Seluruh warga diminta untuk membela oasis itu terhadap setiap serangan. Konstitusi anyar dengan hati-hati menjamin kebebasan beragama bagi klan-klan Yahudi, tapi mengharapkan mereka untuk memberi bantuan bagi siapa pun yang berperang melawan orang-orang yang bermufakat dalam perjanjian perlu mengetahui siapa yang berada di pihaknya, dan sebagian orang yang tidak bersedia menerima ketetapan dalam perjanjian itu harus pergi meninggalkan Madinah. Mereka mencakup beberapa hanif-istilah Arab yang merujuk kepada agama tauhid yang bukan Yahudi ataupun Kristen-yang pemujaan terhadap Ka’bah menuntut mereka untuk tetap bersetia kepada kaum Quraisy. Bagi mereka, Muhammad masih merupakan figur kontroversial, tetapi sebagai akibat kemenangannya di Badar, sebagian suku Badui bersedia menjadi sekutu Madinah dalam pertempuran yang akan datang. Dalam keluarga Muhammad pun terjadi beberapa perubahan. Martin Lings dalam Muhammad His Life Based on the Earliest Sources 1987 207-218 menyebutkan, sekembalinya dari Badar, Muhammad mendapat kabar duka bahwa putrinya, Ruqayyah, telah wafat. Utsman sedang berduka, namun dengan senang hati menerima uluran tangan saudara perempuan mendiang istrinya, Ummu Kultsum, dan mempertahankan hubungan dekat Utsman dengan Muhammad. Salah seorang tawanan perang adalah menantu pagan Muhammad, Abu al-Ash, yang tetap setia pada agama tradisional. Istrinya, Zainab, yang masih tinggal di Makkah, mengirimkan uang tebusan ke Madinah bersama sebuah kalung perak yang dulu dimiliki oleh segera mengenali kalung itu dan untuk sesaat diliputi rasa duka. Menurut Kecia Ali dalam The Lives of Muhammad 2014, Muhammad membebaskan Abu al-Ash tanpa mengambil uang tebusan itu, berharap akan mendorongnya untuk menerima Islam. Namun Abu al-Ash menolak untuk memeluk Islam, tetapi dengan amat berat hati menyetujui permintaan Nabi agar dia mengirimkan Zainab dan anak perempuan mereka, Umamah, ke Madinah. Di waktu ini juga putri bungsu Muhammad, Fathimah, menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Pasangan itu membangun rumah di dekat masjid. - Politik Penulis Muhammad IqbalEditor Irfan Teguh
loading...Bilal bin Rabah memekik Ahad... ahad ... ahad ... saat disiksa kafir Qurasy. Pekikan ini menjadi semboyan resmi dalam perang Badar. Foto/Ilusrasi KairoNews Pekik Bilal bin Rabah tatkala ia disiksa kaum kafir Quraisy Makkah, "Ahad... Ahad... Ahad..." akhirnya menjadi semboyan resmi pasukan Muslim dalam perang Badar . Dalam perang inilah Bilal bin Rabah berhasil membunuh Umayyah bin Khalaf, tuannya yang menyiksa dirinya saat di Makkah. Baca Juga Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah" menyebut dalam perang inilah Bilal bin Rabah dan Umayyah bin Khalaf, bekas tuannya, masih sama seperti dulu ketika disiksa oleh Umayyah bin Khalaf. Dalam perang Badar, Bilal meneriakkan, “Ahad…. Ahad!” Namun bedanya, kali ini atas perintah Nabi Muhammad SAW, teriakan tersebut menjadi semboyan bagi pasukan Islam. Pekik “Ahad…. Ahad!” menggema selama perang perang Badar, suku Quraisy mengerahkan para pemukanya untuk turut serta turun dalam perang. Umayyah bin Khalaf juga salah seorang pemuka, walaupun pada awalnya dia tidak hendak ikut. Hingga salah seorang kawannya yang bernama Uqbah bin Abi Mu’ith mendatanginya sambil di tangan kanannya membawa sebuah mijmar pedupaan yang dipergunakan para wanita untuk mengasapi tubuhnya dengan kayu wangi.Ketika Uqbah datang, Umayyah sedang duduk di antara para pengikutnya, kemudian Uqbah menaruh mijmar tersebut di hadapan Umayyah seraya berkata, “Hai Abu Ali! Terimalah dan pergunakanlah pedupaan ini. Karena engkau tak lebih dari seorang wanita!” Mendengar perkataan itu Umayyah marah. “Keparat! Apa yang kau bawa ini?” sergahnya. Pada akhirnya berangkat jugalah Umayyah bin Khalaf ke medan pertempuran bersama putranya yang yang bernama Ali.Uqbah bin Abi Mu’ith adalah orang yang paling gigih mendorong Umayyah untuk melakukan penyiksaan terhadap Bilal dan orang-orang tak berdaya lainnya dari umat Islam ketika di Makkah. Ini kali, dia juga yang mendorong Umayyah untuk terjun ke medan perang, namun nahas, keduanya akan tewas dalam perang Badar. Baca Juga Dipenuhi Rasa TakutKetika perang dimulai, pasukan Muslim meneriakkan “Ahad…. Ahad!” sambil terus merangsek maju. Umayyah teringat kata-kata tersebut pernah terus menerus diucapkan Bilal ketika sedang disiksanya. Dia tidak pernah menyangka kata-kata tersebut akan menjadi semboyan sebuah kelompok masyarakat yang berdiri dalam suatu agama yang utuh. Batinnya dipenuhi oleh rasa peperangan sudah berlangsung beberapa lama, Abd ar-Rahman bin Auf melihat Umayyah sedang berpegangan tangan bersama putranya. Sewaktu masih jahiliyah, Abd ar-Rahman bin Auf merupakan kawan dekat Umayyah. Saat itu Abd ar-Rahman bin Auf sedang membawa beberapa buah baju besi hasil rampasan, Umayyah berkata, “apakah engkau ada perlu denganku? Aku lebih baik daripada baju-baju besi yang engkau bawa itu. Aku tidak pernah mengalami kejadian seperti hari ini. Apakah kalian membutuhkan susu?” Maksud Umayyah adalah dia menawarkan dirinya untuk menjadi tawanan dan akan memberikan tebusan beberapa unta yang menghasilkan banyak susu.Abd ar-Rahman bin Auf kemudian membuang baju-baju besi dari tangannya dan menuntun Umayyah bersama putranya. Umayyah kemudian berkata, “siapakah seseorang di antara kalian yang mengenakan tanda pengenal di dadanya berupa sehelai bulu burung unta?” Abd ar-Rahman bin Auf menjawab, “dia adalah Hamzah bin Abdul-Muththalib.” Umayyah menimpali, “dia adalah orang yang paling banyak menimpakan bencana di pasukan kami.”Ketika mereka sedang bercakap-cakap, Bilal melihat mereka, lalu berseru, “dedengkot kekufuran adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak selamat jika dia masih selamat!” Abd ar-Rahman bin Auf berkata, “wahai Bilal, dia adalah tawananku.” “Aku tidak selamat jika dia masih selamat,” kata Bilal sekali lagi.
AHADPERANG BADAR Komik Islam "Ya Allah, penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah, berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika Engkau biarkan pasukan Islam ini JAKARTA - Dalam detik-detik menjelang kekalahan kaum kafir dalam perang Badar, Abu Jahal mencoba mencari cara dalam melawan kaum Muslim. Terlebih ia telah melihat tanda-tanda kebimbangan menghantui barisan kaum musyrikin. Syekh Shafiyyurrahman dalam kitab Sirah Nabawiyah menjelaskan, Abu Jahal berusaha bersikap tegar dan menggugah semangat pasukannya. Dengan sisa-sisa kecongkakan dan keangkuhannya, dia berkata, “Janganlah sekali-kali sikap Suraqah yang pengecut di hadapan kalian membuat kalian menjadi kalah. Sebab sebenarnya dia terikat perjanjian dengan Muhammad,”. Abu Jahal melanjutkan, “Dan janganlah sekali-kali terbunuhnya Utbah, Syaibah, dan Al-Walid membuat kalian takut. Toh mereka sudah mati mendahului kita. Demi Lata dan Uzza, kita tidak akan kembali sebelum dapat membelenggu mereka. Jika aku tidak mendapatkan seseorang di antara kalian yang terbunuh, maka ambilah dia, agar kita bisa mengetahui keadaan yang menimpanya,”. Tetapi belum seberapa lama ucapannya yang menunjukkan kecongkakannya itu selesai, barisannya sudah dibuat kocar-kacir karena serangan gencar pasukan Muslimin. Memang di sekitarnya masih tersisa beberapa orang musyrik yang terus menyabetkan pedang dan menghujamkan tombak. Namun, semua itu tidak banyak berarti menghadapi gempuran orang-orang Muslimin. Pada saat itulah sosok Abu Jahal sudah tampak jelas di hadapan orang-orang Muslim. Dia berputar-putar menaiki kudanya, seakan-alan kematian sudah menunggunya dan sudah siap menyedot darahnya lewat tangan dua pemuda Anshar. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini- Еጵሏж ըврасеτօք ֆур
- Оχቶτիмιբጲ че ፐф афиνеዜո
- Շሹж цոгопсα σեδիግ էскуλըху
- Θ к
- Зοለωс еሮοмխрсէ πኼբ
Judul: Bersabarlah Seperti Pasukan Badar, Ini Baru Rokaat Awal link : Bersabarlah Seperti Pasukan Badar, Ini Baru Rokaat Awal. Baca juga. Pertempuran belum berakhir. Ini baru rakaat awal dari tarawih 23 bilangan menegakkan Indonesia beradab dari para penjual, makelar, preman intelektual, LSM dan media cukong, yang tega mengorbankan tanahKisah Perang Badar – Bagi kaum muslimin, Ramadan tidak hanya memiliki arti bulan suci semata. Di bulan tersebut, umat Islam diwajibkan untuk menahan diri dari rasa lapar, haus serta menahan emosi. Bulan Ramadan merupakan saat penting di mana Al-Quran diturunkan. Tidak hanya itu, bulan Ramadan juga menjadi pengingat bahwa pernah terjadi peperangan yang sangat dahsyat bagi umat Islam, yaitu perang badar. Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan tahun kedua sesudah umat Islam melakukan Hijrah. Umat Islam berhasil memenangi perang badar tersebut. Dalam sejarah, perang badar merupakan kemenangan agung karena para pejuang Islam berhasil menentang kemusyrikan dan kebatilan. Latar Belakang Terjadinya Perang BadarUmat Islam Menghadang Kafilah Abu Sufyan untuk Mengambil Hak yang Pernah Dirampas Kaum QuraisyPasukan Umat Islam Kalah dalam Jumlah, Tapi Tetap Semangat JihadPerang Badar Dimenangkan oleh Umat IslamHikmah dari Perang Badar yang Dapat Diteladani Kaum MuslimBeberapa Pemicu Terjadinya Perang Badar Kubra1. Umat Islam Mengalami Penindasan dan Teror oleh Kaum Quraisy2. Kebencian Abu Jahal Terhadap Nabi Muhammad SAW Memicu Ide Pembunuhan3. Umat Islam Diusir dan Seluruh Hartanya Dirampas Latar Belakang Terjadinya Perang Badar Perang Badar terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan tahun kedua Hijriah. Perang Badar melibatkan 314 pasukan umat Islam yang melawan lebih dari orang dari kaum Quraisy. Perang badar merupakan perang pertama yang dijalani umat Islam sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW pada 622 Masehi. Di dalam Al-Quran, perang badar dijelaskan dalam beberapa ayat di Surat Ali-Imran. QS 3123 “Sesungguhnya Allah telah menolongmu dalam peperangan Badar. Padahal, kamu adalah ketika itu orang-orang yang lemah. Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah agar kamu mensyukuri-Nya.” QS 3124 “Ingatlah, ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin Apakah tidak cukup bagimu Allah membantumu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan dari langit?’”. QS 3125 “Ya cukup. Jika kamu bersabar dan siap siaga, lalu mereka datang menyerangmu dengan seketika, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” QS 3126 “Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi kemenanganmu agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa. Secara historis, kata “badar” berasal dari nama sumber mata air yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Oleh sebab itu, perang besar di bulan suci Ramadan itu dinamakan perang badar. Pada mulanya, tersiar kabar di Kota Madinah bahwa ada kafilah besar dari kaum Quraisy yang meninggalkan Syam untuk pulang ke Makkah. Kafilah tersebut membawa barang-barang perniagaan yang nilainya sangat besar berupa ekor unta beserta barang-barang berharga lainnya. Umat Islam Menghadang Kafilah Abu Sufyan untuk Mengambil Hak yang Pernah Dirampas Kaum Quraisy Umat Islam lantas menghadang kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa barang dagangan Quraisy dari Syam. Alasan penghadangan tersebut adalah keinginan umat Islam untuk mengambil hak-hak mereka yang dulu pernah dirampas oleh kaum Quraisy. Sementara, di kalangan kaum Quraisy tumbuh rasa cemburu akibat perkembangan Kota Madinah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, perang badar sesunggunya terjadi karena umat Islam ingin mempertahankan eksistensi agama Islam. Selain itu, Nabi Muhammad SAW berperang melawan kaum Quraisy juga bukan untuk meraih kekuasaan, kekayaan, kesenangan pribadi atau golongan semata. Lebih dari itu, Nabi Muhammad SAW ingin menegakkan agama Islam di muka bumi. Pasukan Umat Islam Kalah dalam Jumlah, Tapi Tetap Semangat Jihad Perang Badar terjadi saat 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah pada pagi hari. Pasukan umat muslim dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, sementara pasukan dari kaum Quraisy dipimpin oleh Abu Jahal. Dalam peperangan tersebut, umat Islam mengambil posisi yang terdekat dengan sumber air. Tempat tersebut dipilih oleh Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk strategi perang. Umat Islam memanfaatkan kondisi geografis dari Kawasan Badar. Misalnya, sahabat Saad bin Muadz membuat gundukan tanah di sekitar lokasi peperangan. Hal itu bertujuan agar Nabi Muhammad SAW bisa mengawasi jalannya perang serta memprediksi pola serangan yang tepat guna mengalahkan pasukan kaum Quraisy. Dalam perang badar tersebut, Nabi Muhammad SAW memimpin langsung penyerangan terhadap kaum Quraisy. Peperangan itu melibatkan 313 kaum muslim, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, serta 2 ekor kuda. Sementara, pasukan dari kaum Quraisy mengerahkan pasukan orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta, serta 300 kuda. Meskipun kalah dalam jumlah pasukan, kaum muslim tetap bersemangat untuk berjihad di bulan Ramadhan. Semangat perang itu berhasil menewaskan tiga pimpinan perang dari pasukan kaum Quraisy, yaitu Utbah, Syaibah, dan Walid bin Utbah. Di antara pasukan Quraisy yang menyerang umat Islam, terdapat kerabat Nabi Muhammad SAW dari kabilah Bani Hasyim. Mereka adalah paman nabi, Abbas bin Abdul Muthalib, Hakim sepupu Khadijah, dan lain sebagainya. Sesungguhnya pertempuran besar dalam perang badar itu di luar perkiraan umat muslim. Sebab, sejak awal Nabi Muhammad SAW telah merencanakan pengerahan pasukan muslim untuk peperangan biasa, bukan perang besar. Oleh sebab itu, pasukan umat Islam hanya berjumlah 313 orang. Saat melihat banyaknya tentara kaum kafir Quraisy berserta kelengkapan persenjataan, zirah, tombak, pedang, dan alat tempur lainnya, Nabi Muhammad SAW sempat menangis. Dia lantas berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah. Jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, maka tidak akan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu. Semua orang yang beriman akan meninggalkan agama Islam nan sejati ini.” Setelah berdoa, Nabi Muhammad SAW merancang strategi peperangan. Dia menjajarkan pasukan kaum muslim dalam formasi rapat. Dia juga memerintahkan agar sumur-sumur segera dikuasai untuk memutus pasokan air ke kaum kafir Quraisy. Selain itu, perang juga diawali dengan pertempuran jarak jauh. Saat pasukan kafir Quraisy bertolak untuk menyerang, umat Islam tidak segera menyambutnya dengan adu fisik secara langsung. Mereka terlebih dahulu menembakkan anak-anak panah dari kejauhan. Kemudian, barulah mereka menghunus pedang dan melakukan pertempuran. Lewat tengah hari, sebanyak 50 pemimpin pasukan kafir Quraisy tewas, termasuk Abu Jahal. Sementara itu, banyak sisanya yang lari tunggang-langgang. Sementara itu, korban dari kaum muslim hanya 14 orang. Selain memukul mundur 1000 tentara dari Quraisy, umat Islam juga berhasil mengambil rampasan 600 persenjataan lengkap, 700 unta, 300 kuda, serta perniagaan milik kafilah Abu Sufyan. Dengan kecerdikan Nabi Muhammad dan kedisiplinan pasukannya, umat Islam berhasil membalikkan keadaan yang membuat kehormatan dan kemuliaan Islam makin tegak di Jazirah, seperti halnya yang dibahas pada buku Perang Badar karya Abdul Hamid Jaudah al-Sahhar. Perang Badar Dimenangkan oleh Umat Islam Pada akhirnya, perang badar dimenangkan oleh pasukan dari umat Islam. Kemenangan pada perang badar tersebut membuat posisi Islam di kawasan Madinah kian kuat. Sementara, kaum Quraisy yang kalah di perang badar harus menelan kekecewaan mendalam. Mereka pun semakin berhasrat untuk membalas dendam dengan persiapan yang jauh lebih matang. Bagi umat Islam, perang badar adalah peristiwa besar, apalagi terjadinya pada bulan suci Ramadan. Perang badar menjadi pertempuran besar pertama umat Islam dalam melawan musuh. Melalui pertolongan Allah lah kaum muslim berhasil menang meskipun kalah jumlah. Bahkan, Allah SWT menamai perang badar sebagai Yaum Al-Furqan alias hari pembeda. Sebab, pada hari itu telah dibedakan mana saja yang haq dan yang batil. Saat itu Allah SWT menurunkan pertolongan besar untuk umat Islam dan memenangkan mereka atas musuh-musuhnya, yaitu kaum kafir Quraisy. Temukan perjalanan perang umat Islam dalam membela ajaran yang dianutnya pada buku Seni Perang Dalam Islam karya Shohibul Ulum. Hikmah dari Perang Badar yang Dapat Diteladani Kaum Muslim Perang badar diriwayatkan tidak memakan waktu lama. Hanya butuh waktu sekitar dua jam bagi pasukan muslim untuk menghancurkan pertahanan tantara kafir Quraisy. Segala kekacauan yang terjadi tersebut dimanfaatkan untuk memenangkan perang. Setelah perang badar usai, Nabi Muhammad SAW mengucapkan hal yang sangat penting dalam perjalanan pulang. “Wahai kaumku. Kita baru saja kembali dari jihad kecil perang badar dan menuju jihad besar.” Mendengar hal itu, para sahabat pun langsung terheran-heran. Sebab, perang badar yang sangat menentukan nasib kaum muslim hanya dianggap oleh Nabi Muhammad SAW sebagai jihad kecil. Para sahabat pun bertanya, “Apakah jihad yang lebih besar dari perang badar itu, Wahai Rasulullah?” “Jihad melawan hawa nafsu,” jawab Nabi Muhammad SAW. Menurut Rasulullah SAW, melawan segala hawa nafsu adalah hakikat dari jihad yang sebenarnya. Oleh sebab itu, salah satu hikmah dari perang badar di bulan Ramadan adalah semangat berjihad melawan hawa nafsu. Meskipun demikian, saat terjadi perang badar terdapat rukhsah atau keringanan bagi kaum muslim untuk tidak melakukan puasa. Hal ini disampaikan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, “Kami berperang bersama Rasulullah SAW. Di antara kami ada yang berpuasa, namun ada pula yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka. Sebaliknya, orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa.” Ibnu Mulaqqin. Beberapa Pemicu Terjadinya Perang Badar Kubra Seperti diketahui, Nabi Muhammad SAW terlahir dari keluarga Bani Hasyim dan suku Quraisy. Sejak Nabi Muhammad menerima wahyu di usia 40 tahun, perjalanan dakwahnya dilindungi oleh sang paman, pemimpin Bani Hasyim yang berasal dari suku Quraisy, yakni Abu Thalib. Pascakematian Abu Thalib pada 619 M, kepemimpinan Bani Hasyim diteruskan kepada Amr bin Hisyam alias Abu Jahal yang sangat memusuhi Muhammad SAW. Kemunculan Nabi Muhammad SAW serta kegiatan dakwahnya secara tidak langsung telah mengancam posisi Abu Jahal sebagai penguasa Makkah. Selain itu, kaum Quraisy lainnya juga melihat umat Islam sebagai penjahat yang mengancam lingkungan serta kewibawaan mereka. Perjuangan umat Islam sejak perang Badar hingga perang era Khulafaur Rasyidin dapat Grameds pelajari kronologi serta berbagai nilai yang diajaran Nabi Muhammad SAW di dalamnya pada buku Kemelut Perang Di Zaman Rasulullah. 1. Umat Islam Mengalami Penindasan dan Teror oleh Kaum Quraisy Sebelum perang badar terjadi, umat Islam mengalami perlakuan buruk dari kaum kafir Quraisy. Penindasan itu tidak hanya terjadi di Kota Makkah, tekanan itu juga dirasakan hingga ke Madinah. Teror demi terror dilakukan oleh kaum kafir Quraisy. Mereka menyerang serta menguasai harta benda kaum muslim lantaran takut hasil perdagangan akan banyak berpindah kepada kaum muslim. Tidak hanya itu, kaum kafir Quraisy yang menyatakan beriman dan memeluk agama Islam langsung dikeluarkan dari sukunya. Menurut kaum Quraisy, itu merupakan suatu hinaan serius sehingga memicu terjadinya peperangan, yaitu Badar Kubra atau lebih dikenal sebagai perang badar. Bahkan kaum Quraisy yang memeluk agama Islam menerima akibat dikeluarkan dari sukunya, yang mana hal tersebut merupakan suatu penghinaan yang amat serius bagi seseorang pada masa itu sehingga sanggup menjadi pemicu atau penyebab perang Badar Kubra. 2. Kebencian Abu Jahal Terhadap Nabi Muhammad SAW Memicu Ide Pembunuhan Seperti diketahui, kebencian Abu Jahal terhadap Nabi Muhammad SAW dan umat Islam telah muncul sejak nabi menerima dan menyebarkan wahyu pertamanya. Bagi Abu Jahal, ajaran baru Nabi Muhammad SAW tersebut bukan hanya keluar dari budaya warisan nenek moyang, melainkan juga menyinggung eksistensi Abu Jahal sebagai tokoh masyarakat Quraisy Makkah. Intimidasi dan penganiayaan terhadap Nabi Muhammad SAW semakin menjadi-jadi setelah Abu Thalib meninggal dunia. Misalnya, saat Nabi Muhammad SAW tengah berjalan-jalan di Kota Makkah, terdapat seorang anak muda Quraisy yang melemparinya kotoran. Setibanya di rumah, Fatimah, anak perempuan Rasulullah SAW yang masih kecil menangis melihat perlakuan yang diterima ayahnya. Nabi Muhammad SAW pun berupaya menenangkan gadis kecil kesayangannya itu. “Janganlah menangis, gadis kecilku, sebab Allah SWT akan melindungi ayahmu,” ucap Nabi Muhammad SAW. Dia kemudian menambahkan kalimat itu untuk dirinya sendiri,” Quraisy tidak pernah memperlakukanku seburuk ini ketika Abu Thalib masih hidup”. Pada kesempatan lain, Abu Jahal merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW. Agar tidak menimbulkan dendam di keluarga Bani Hasyim klan Nabi Muhammad SAW, Abu Jahal meminta setiap pemuda berpengaruh yang ada di bani Quraisy untuk terlibat. Dengan demikian, setiap bani akan bertanggung jawab memberikan uang ganti darah yang memuaskan bagi keluarga Bani Hasyim. Di sisi lain, Bani Hasyim juga tak mungkin menuntut balas kepada mayoritas bani Quraisy. Namun demikian, persekongkolan tersebut telah diketahui Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memutuskan hijrah meninggalkan rumahnya bersama Abu Bakar menuju Yatsrib, Madinah. Nabi Muhammad SAW mengecoh musuh yang mengepung rumahnya dengan cara membiarkan Ali mengisi tempat tidurnya. Saat hijrah, sebagian besar penduduk Madinah menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dengan tangan terbuka. Hal itu ditandai dengan kesempatan saling melindungi antar kaum muslim, Yahudi, serta suku-suku di Yatsrib melalui Piagam Madinah. Piagam Madinah menjadi tanda awal agama Islam sebagai pemersatu. Namun demikian, hal itu bukan berarti konflik dengan Quraisy Makkah mereda. Kaum Muhajirin atau penduduk Makkah yang ikut hijrah mengalami kesulitan dalam mencari nafkah di Madinah. Banyak dari mereka yang menggantungkan hidup kepada kaum Anshar penduduk Madinah yang sudah memeluk agama Islam. Saat itulah, Allah SWT menurunkan wahyu melalui Surat Al-Hajj 39-40. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW diizinkan berjihad bersama pengikutnya untuk memerangi orang yang memerangi mereka. Ini ayat Alquran yang berisi perintah jihad. Setelah wahyu tentang jihad tersebut turun, Nabi Muhammad SAW bersama kaum Muhajirin menerapkan ghazwu serangan demi bertahan hidup yang biasa dilakukan oleh masyarakat Arab nomaden. Ghazwu akan menyasar kafilah dagang Quraisy Makkah. Fokus mereka adalah mengambil harta benda, hewan ternak, serta hasil dagang seraya menghindari jatuhnya korban jiwa. 3. Umat Islam Diusir dan Seluruh Hartanya Dirampas Semenjak Nabi Muhammad SAW gencar berdakwah kepada kaumnya, orang-orang yang tergolong musyrik di Makkah sudah melancarkan peperangan. Mereka menghalalkan darah kaum muhajirin serta merebut paksa kekayaan umat muslim tersebut. Kekerasan terhadap umat muslim semakin meningkat manakala perlindungan dari Abu Thalib hilang. Lantaran terus-menerus menerima teror dari kaum Quraisy, umat Islam pada akhirnya hijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Namun, mereka meninggalkan harta bendanya untuk hijrah. Akibatnya, semua harta yang mereka miliki dirampas oleh kaum kafir Quraisy. Demikianlah kisah perang badar yang terjadi di bulan suci Ramadhan. Semoga perjuangan kaum muslimin dalam memerangi kekafiran dapat menjadi pelajaran dan hikmah. Baca juga artikel seputar Kisah Nabi berikut ini Kisah Nabi Yunus AS dan Penyesalannya dari Dalam Perut Ikan Paus Kisah Nabi Ayyub Belajar Sabar Menghadapi Ujian Kisah Nabi Ibrahim AS & Mukjizat Nabi Ibrahin As Kisah Nabi Adam AS Kisah Nabi Musa AS Kisah Nabi Yunus AS Kisah Nabi Idris AS Kisah Nabi Yusuf AS Kisah Nabi Ibrahim AS ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien